Sekedar LPIK

My photo
Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) Bandung

Wednesday, May 30, 2007

Komnas KB

Mahasiswa UIN SGD Impikan Komnas Kebebasan Beragama
Oleh Ibn Ghifarie

`Karena kebebasan beragama mengalami gangguan dan keran-keran kebebasan masih tersumbat. Ini yang perlu kita atasi,`demikian ungkap Kautsat Azhari Noer dalam Seminar Sehari `Masa Depan Kebebasan Beragama Di Indonesia’

Pagi hari yang cerah itu, tak seperti hari-hari biasanya Auditorium UIN Sunan Gunung Djati dibanjiri lautan manusia. Tak lain mereka sedang mengikuti acara Seminar Sehari (28/05), yang dilakukan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Pengkaian Ilmu Keislaman (LPIK) Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) UIN SGD Bandung bekerja sama dengan Jaringan Islam Kampus (JarIK) Bandung.

Menghadirkan Nara Sumber; Prof Dr Kautsar Azhari Noer (Guru Besar Perbandingan Agama UIN Sarif Hidayatullah Jakarta; Perspektif Lintas Iman), Dr Afif Muhammad (Direktur Pasca Sarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung; Perspektif Akademisi), Iqbal Hasanuddin (Perwakilan Direktur Lembaga Studi Agama dan Filsafat Jakarta; Perspektif Kebijakan Negara) dengan dipandu oleh Tedi Taufiq Rahman (Koordintor JarIK Bandung).

Membincang kebebasan agama yang kian hari semakin terpuruk. Salah satunya dengan dikeluarkannya 11 fatwa MUI (2005). Bahkan sebagian kelompok dan mahasiswa menuntut supaya diadakanya Komisi Nasional (Komnas) Kebebasan Beragama).

`Justru kebebasan beragama itu disumbat atas nama agama. Yakni islam sendiri. Seperti yang terjadi pada Ahmadiyyah di parung Bogor atau Komunitas Lia Eden itu sendiri, ungkap Kautsar.

Menurutnya, Saudara jangan salah paham, tapi harus membela kebebasan beragama karena ada dalam al-Quran sambil mengutip ayatnya. Kita hanya diperintakan supaya berdakwah, bukan untuk mengadili kelompok lain. Apalagi saling sesat menyesatkan, sebab yang perlu mengadili keimanan kita hanya Tuhan semata, tegasnya.

Kebebasan beragama tidak bisa lepas dari aspek politik dan dudukung sepenuhnya oleh penguasa madzab resmi negara, katanya.

Terkait dengan syariat kebebasan beragama tidak perlu penegakan, karena Indonesai merupakan negara hukum. Cuman persoalan adakan pemberian kebebasan untuk menganut madzab lain bagi mereka? Jawabnya tidak ada. Misalkan kasus nikah beda agama. Ada yang membolehkan; Adakan ruang bagi mereka.

`Ini yang menjadi masalah. Memfasilitasi nikah beda agama itu merupakan jalan terakhir dan darurat, bukan mempromosikan. Ingat itu,` paparnya.

`Ya daripada berzina sampai tua, mendingan dinikahkan saja. Ini ijtihad saya, tambahnya. Di mata Afif `Kebijakan politik, yang tidak berpihak pada mayoritas akan terus memperburuk kebebasan beragama.` Seperti pada saat kabinet tahun 70-80 perwakilan umat islam tak memadai. Padahal pemilu (Pemilihan Umum-red) yang menentukan kebijakan politik tersebut.

Selain, cara pemahaman dan rujukan terhadap al-Quran yang berbeda-beda dalam menyelesaikan persoalan yang memperburuk kebebasan beragama di Indonesia, ujarnya.

Di tambah lagi dengan adanya pelembagaan agama. Ini yang menjadi biangnya masalah sekaligus adanya penyeragaman pada masyarakat. Satu kelompok tertentu menganggap hanya golonganyalah yang paling benar. Di luar itu tidak ada. Hingga terjadilah bentrokan antara Muhamadiyyah dan NU sebagai contoh, jelasnya.

Tentunya dipertajam dengan adanya partai politik. Dalam hal Idul Fitri dan Adha saja selalu terjadi keributan. Akhirnya Sholat hanya menunjukan seberapa kuat dan besarnya kelompok tersebut. Bukan mencari keridhoan Allah SWT. Sungguh mengerikan, tandasnya.

Padahal kelembagaan agama itu hak Allah. Yang membedakan diantara kita itu hanya Fiqh saja, katanya.

Berbeda dengan Afif dan Kautsar. Iqbal menilai mandegnya kebebasan beragama ini dilatar belakangi oleh `Nalar Islam yang terlalu mengedepankan teks, bukan akal. Aruju ilal Quran dan Sunnah dipahami secara teks saja, `paparnya.

Tidak adanya penegakan hukum secara tegas dalam menyelesaikan kasus Ahmadiyyah atau Eden. Padahal Kebebasan Beragama merupakan hak asasi manusia dan negara tak boleh ikut mengerangkengnya. Jika negara ikut mempersoalkan aliran-aliran ganjil itu, maka telah terjadi tindak kriminailitas, tambahnya.

Menyoal solusi kebebasan beragama, Kautsar mengutarakan. Tak ada cara lain selain menggelar dialog. Meski politik pun menjadi faktor utama dalam menentukan kebijakan. Pendidikan pula harus menjadi modal dasar dalam menunjang keberlangsungan kebebasan beragama ini.

`Pokoknya kebebasan beragama harus kita perjuangkan, bukan ditinggalkan, saat menutup pembicaraanya.

Senada dengan Kautsar, Afif menambahkan `Kita suka mencari perbedaan-perbedaan, bukan kesamaan. Tanpa dialog itu tak ada kemajuan. Inilah peran perguruan tinggi dalam menyongsong kebebasan beragama,’

Kendati, suasana politik yang memperburuk keadaan itu. Namun, teruslah berdialog supaya terjadi kesetaraan dan mempererat tali ukhuwah diantara kita, tegasnya.

Kelahiran sekularisme, liberalisme dan pluralisme di harapkan menjadi sosuli alternatif yang masuk akal dan tanpa itu semua tak akan menyelesaiakn persoalan bangsa, kata Iqbal.

Kebebasan beragama tak akan terwujud bila tak mengikuti prinsip-prinsip diantarnya; adanya UUD Kebebesan beragama; jaminan tak beragama; pernikahan lintas Iman; terbentuknya Komnas (Komisi Nasional) Kebebasan Beragama, tambahnya.

Menyinggung Komnas Kebebasan Beragama. Salah satu mahasiswa yang tak mau disebutkan namanya berpendapat. `Itu harus ada. Masa hanya Komnas Perlindungan Anak atau Perempaun yang ada.

`Mau beragama atau tidak itu sudah merupakan hak asasi manusia. Makanya negara harus menjamin kebebasan beragama masyarakat Indonesia. Bukan sebaliknya,`saat ditemui PusInfoKomp.

Lepas dari adanya usulan pembentukan Komnas Kebebasan Beragama, Faisal Amir, Ketua Umum LPIK menjelaskan `diadakanya acara ini merupakan respon terhadap berbagai macam aliran keagamaan, yang sering dianggap kafir dan dapat meresahkan masyarakat. Terutaman yang berkaitan dengan kebebasan beragama yang kian semakin terpuruk.`

`Sekaligus Milangkala LPIK ke XI. Semoga bermanfaat,` tegasnya.

`Adanya krisis kebebasan dan landasan kebebasan telah digerogoti oleh pemahaman agama yang kaku,`kegiatan ini diadakan ungkap Tedi, Koordinator JarIK Bandung.

`Munculnya komunitas Eden, Yusman Roy sebagai biang kerok persoalan keterpurukan bangsa. Seolah-olah komunitas minor telah dipaksakan untuk mengikuti gologan mayoritas,`katanya.

`Mudah-mudahan dengan diadakan seminar ini mendapatkan pemahaman baru dalam menyikapi pelbagai persoalan keagaman,` [Ibn Ghifarie PusInfokomp]

Cag Rampes, Pojok Samping Auditorium UIN, 28/05;13.42 wib

Saturday, May 12, 2007

Milangkala XI

Ngareah-Reah Dina Milangkala Ka-XI
Oleh Kuncen LPIK

Upaya memperingati hari kelahiran LPIK (Lembaga Pengkajian Ilmu Keisalam) Bandung (14 Mei 1996) menggelar ‘Milangkal Ke-XI` dengan tema `Menyulut Eksisitensi, Melucut Perbedaan’

Nah, membuka rentetan acara Dies Natalis itu, kami mengundang partisifasi Keluarga Besar LPIK, baik pengurus, anggota maupun alumni yang tergabung dalam Post LPIK untuk ikut andil pada perhelatan akbar tersebut.

Pertama, Refleksi; Milangkala Ke-XI. Senin, 14/05 Pukul 10.00-selesai di DPR (Dibawah Pohon Rindang) UIN SGD Bandung.

Kedua, Diskusi Regulet. Setiap Hari Kamis, (17/05, 24/05, 31/05) Pukul 16.00-selesai di Saka (Saung Kajian) LPIK.

Ketiga, Seminar `Demi Toleransi, Demi Agama Kemanusiaan` bekerjasama dengan JarIK (Jaringan Islam Kampus) Bandung. Menghadirkan nara sumber; Dawam Raharjo, Budi Munawar Rahman, Kausar Azhari Noor, Frans Magnis*, Afif Muhammad dan Jalaluudin Rakhmat*. Senin, 28/05 Pukul 10.00-selesai di Aula Pasca UIN SGD Bandung*.

Keempat, Bedah Buku `Hijbullah`. Senin, 4/06 Pukul 10.00-selesai di Auditorium UIN SGD Bandung.

Kelima, Orasi Budaya `Alam dan Estetika Jeda` dengan nara sumber Jakob Utama*, Hawe Setiawan*. Selasa, 05/06 10.00-selesai di Auditorium UIN SGD Bandung.

Keenam, Ngopi Bareng Sama Ucok (Homi Cide) dan Ady Gembel (For Gotten) `Membincang Tuhan Ala Iman Minoritas’. Kamis 07/06 Pukul 10.00-selesai di DPR (Dibawah Pohon Rindang) UIN SGD Bandung

Informasi lebih lanjut hubungi cp 0852224224062 (Opal), 08562062465 (Tedi) atau datang ke Saka (Saung Kajian) UKM LPIK KBM UIN SGD Bandung Gedung Student Centre (SC) Lt.II Ruang J.2 Jl.A.H. Nasution No. 105 Cibiru Bandung 40416.

*Masih dalam konfirmasi.

Reshuffle Jilid II

Aku, Reshuffle dan Secangkir Burjo
Oleh Ibn Ghifarie

Leudz, bener teu reshuffle kabinet teh geus di umumkeun. Pan tikamari mah encan keneh, ungkap salah satu temanku.

Aduh geuning urang teu kapanggilnya. Naha nya? Padahal hayang pisan jadi mentri teh. Eta gajihna gede, tambahnya.

Tak ayal, lontaran kata-kata itu, tentu saja menghentakan perasaanku. Pasalnya, aku sedang terbuai dalam untayan kata-kata Breaking News (Metro TV,07/05). Semula tak ada jawaban dariku. Kecuali anggukan kepala sebagai pertanda membenarkan ikwal pengumuman reshuffle jilid II. Sejurus kemudian, ngobrol pergantian kabinet Indonesia bersatu pun mulai merambah kesana-kemari bak kentut saja. Hingga ke penilain pemerintahan SBY-JK.

Setelah benar-benar menguras pikiran dan perasaan serta penantian yang berkepanjangan di benak masyarakat Indonesia. Kini, terjawab sudah tentang reshuffle jilid II.

Sore tadi (Senin,7/5) sekira pukul 15.00 WIB di Istana Negara, Jakarta Pusat. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan susunan Kabinet Indonesia Bersatu, hasil reshuffle jilid dua.

Reshuffle kali kedua ini, menyangkut tujuh pos kementerian. Dari tujuh mentri itu, lima pos ditempati figur baru, baik dari profesional maupun politisi. Dua pos lain hanya sebatas tukar posisi menteri semata.

Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh diganti oleh Hendarman Supandji, Pelaksana Tugas Jaksa Agung Muda sekaligus mantan Ketua Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; Hamid Awaluddin Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia, diisi oleh Andi Matalatta, Ketua Fraksi Partai Golongan Karya DPR; Syaifullah Jusuf Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) ditempati Lukman Edy, Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa; Sugiharto, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diduduki oleh Sofyan Djalil, Mentri Komunikasi dan Informatika (dh); Yusril Ihza Mahendra, Menteri Sekretaris Negara diisi oleh Hatta Radjasa, Mentri Perhubungan (dh); Kursi Menteri Komunikasi dan Informatika yang ditinggalkan Sofyan Djalil ditempati Muhammad Nuh, mantan Rektor ITS Surabaya dan Menteri Perhubungan yang ditinggalkan Hatta Radjasa diserahkan ke Jusman Syafi'i Jamil, mantan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia.

Menurutnya, tujuan perombakan kabinet kali ini untuk meningkatkan kinerja dan kerjasama jajaran kabinet. `Selain untuk menempatkan orang sesuai dengan kemampuannnya,`

SBY juga menegaskan reshuffle kali ini bukan dalam rangka giliran atau gantian jabatan para kader partai politik (parpol). `Karena masih mengalir permintaan dari banyak pihak, dari para kader partai politik untuk duduk dalam kabinet sekarang, yang saya tafsirkan beliau-beliau memaknai sebagai gantian atau giliran dalam pemerintahan.`

Namun, jika harus dilakukan giliran atau bongkar habis secara menyeluruh, tentu tidak sesuai dengan tujuan resfuhlle. `Bahkan, hal itu bisa mengganggu kontinuitas program-program yang sedang dijalankan,` jelasnya.

Walhasil, kehadiran tujuh pos menteri Kabinet Indonesia Bersatu pun hanya berucapa doa 'Selamat dan Sukses Atas Reshufle Jilid II` kepada para pejabat terkait. Semoga dapat membawa Indonesia ke arah yang lebih baik dan terlepas dari segala bentuk malapetaka yang mendera Bumi Pertiwi.

Obrolan detik-detik reshuffle pun, mulai tak ramai, hingga satu persatu meninggalkan ruang Diskusi LPIK (Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman) Bandung. Terlebih lagi, saat kawan yang lain memangilnya 'Asak, asak, asak euy. Burjona (bubur kacang ijo-red) geus asak yeuh!'. Semuanya, sirna dihadapan secangkir bubur kacang hijo Alakadarnya karena tak manis memang. [Ibn Ghifarie]

Cag Rampes, Pojok Sekre Kere, 07/05;16.16 wib