Sekedar LPIK

My photo
Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) Bandung

Wednesday, November 21, 2007

Sajak I

Kala Saat Materi Kata Pengantar 'Nulis Puisi Yu..!!' berlangsung, Badru Tamam Mifka sebagai pemateri mencoba membacakan 11 Titik (Antologi Puisi) (2007) temen-temen LPIK dan peserta pun ikut membacakan puisi karya mereka. Inilah buah coretannya;

Sajak-Sajak Yogi ‘Pehul’

Gimbal

Gimbal, gimbal, gimbal
Gombal, gombal, gombal
Gigi tak berarti
Tak menaati
Tak meniti
Mulut tak surut
Kanjut mengkerut
Sampa kau kentut
Kancut, kancut, kancut
Berlutut,menuntut buntut
Bersaut mengkerut berletut
Selaut kalut, mencumbu perut

Dalang

Dalang wayang mencumbu wayang
Sastra dicumbu mantra
Penulis terus menulis sampai dia terus menangis
Pembaca tetap membaca sampai dia lupa agama
pejabat ingin bertobat sampai sampai dia sholat
sholat, terus sholat jangan sampai kau khianat
puisi, kolusi, korupsi, semua sisi hati
pemerintah terus memerintah sampai rakyat muntah darah
birokrat teus munajat sampai dia buang hajat

Suhuf II

Peranaan LPIK Dengan Pelbagai Kendalanya
Oleh Jajang ‘Lamak Beseuh II’

(I)
LPIK merupakan salah satu organisasi yag didirikan sebagai sarana untuk kegiatan mahasiswa, dan organisasi ini ini bertempat di student Center dekat mesjid IKOMAH, organisasi ini dan terlebih dahulu harus mengikuti MABIM selama 6 hari dari senin samapai sabtu sehingga selama acara tersebut, tiap hari harus pergi dari kosan menuju kampus.


(II)
Ketika mengikuti mabim di sekre LPIK, banyak pelajaran yang di dapat salah satunya peserta di tuntut untuk rajin membaca dan menulis apa yang ia baca dalam bentuk tulisan. Sehingga anak-anak yang mengikuti mabim bisa lebih intelek dan tidak oon karena di samping itu banyaik tidur juga banyak baca. Dan diharapkan ketika ia selesai kuliah bisa menjadi orang yang berguna untuk rakyat dan lingkungannya .

(III)
Namun, meskipun universitas telah menyediakan berbagai fasilitas seperti UKM, Perpustakaan, warnet dan lain sebagainya tetapi budaya ngenet, aksi, baca, terutama membaca Al-Qur’an sangat minim dilakukan oleh mahasiswa sekarang kebanyakan dari mereka hanya bisa molor dikelas, bobogohan, nongkrong bareng kawan sambil mabok dan lain sebagai nya. Sangatlah ironis apabila kit melihat keadaan mahsiswa zaman sekarang.

Suhuf I

Ucaya membangkit gairah menulis, saat berakhir Materi Kata Pengantar 'Proses Kreatif Menulis' dimulai, Ibn Ghifarie sebagai pemateri memberikan tugas kepada peserta mabim 'Kerjakanlah apa yang ada dalam lembaran tadi ?'

Format Tugasnya

(I)
Aku Pergi Kampus Rektor Mahasiswa LPIK Mabim Kostan Mesjid

(II)

Anak-anak Menulis Tidur Sekre Kuliah Oon Rakyat Intelek

(III)
Mahasiswa Aksi Kelas Perpustakaan Al-Qur’an UKM Baca Bobogohan Mabok Molor Nongkrong Ngenet Kawan

Catatan:
1. Buatkan paragrap dari urutan kata-kata di atas yang sesuai dengan ejaan EYD
2. Setiap paragrap mesti memiliki makna dan kaitan dengan paragrap sebelum atau sesudahnya
3. Berikanlah Judul tulisan
4. Tulisannya dapat dibaca jelas oleh orang lain..

Inilah karya mereka;

Pernyataanku....!!
Oleh Irfan ‘Jawa’

Aku sebagai mahasiswa, dari kostan pergin kekampus lewat depan mesjid untuk mengikuti MABIM LPIK yanga nanti mungkin bias menggugat rektor yang tidak konsisten deng apa yang telah ditandatanganinya.

Mudah-mudahan aku tidak termasuk anak-anak oon yang mengaku intelek ketika ketika dirumahnya bilang mau kuliah, padahal mereka tidur dikelas! Lebih baik aku pergi ke sekre kere untuk menulis sesuatu yang mudah-mudahan berguhna untuk rakyat bersama.

Universitas yang notabene bersimbolkan al-Qur’an. Sepertinya malah banyak diisi oleh mahasiswa yang melakukan aksinya: mabok, bobogohan, dan molor dikelas, nongkrong di stand-stand UKM. Katanya “baca buku di perpustakaan udah gak mungkin, mendingan ngenet aja” yang alasanya lebih cepat cari referensi buku padahal aslinya cari film “biru” terbaru. Apakah kita akan tetap bertahan dengan budaya seperti itu !?.. skarang bukan zaman budaya seperti itu, sekarang zmanaya “budaya berpikir” kawan!!! Bangkit berpijarlah…..!! Teman!!!

Karya V

Ko Ga di DPR....!!!
Oleh Jajang ‘Lamak Baseuh II’

Yang ada dalam pikiran saya adalah kebingungan soalnya saya kira acara hari ini pukul 04.30 dan sepengetahuan saya acara hari ini dilaksanakan di DPR, tapi ternyata pas saya datang acaranya sudah dimulai dan dilaksanakan bukan di DPR. Makasih.


Tantangan Nih...!!!
Oleh Q-Bonk ‘Lemot’

Benak saya sedang mendapatkan tantangan dari sebuah kehidupan, tantangan yang ingin cepat kuselesaikan agar benak ini terasa ringan menjalani kehidupan yang penuh berbagai tantangan. Di dalam benak ini tantangan kehidupan adalah suatu hal yang penuh pelajaran.

karya IV

Dosen Kiler
Oleh Pomi ‘Lamak Baseuh I’ Yanuar P

Kawan–kawan tadi pagi saya kesiangan masuk kuliah dan di marahin sama dosen katanya ‘Kabeurangan wae naon gawe maneh peuting? Sok diuk, tong kabeurangan deui kata dosen.

Makan Yu...!!
Oleh Ali ‘Lapar’

Brow, tau gak? Pada waktu sore ini gua sangat lapar sekali pokoknya gua sangat menterik deh. Gimana kaga menderit dari duhur gua belum makan dan belum ketemu nasi.

karya III

Wajah [Muram] Kampung Halam
Oleh Iim ‘Molo’

Aku merasa jenuh hidup di zaman ini, tapi aku bukan menyalahkan zaman ini, zaman hanya sebuah benda mati, tapi aku merasa jenuh terhadap manusia-manusia yang memobilisasi zaman ini dengan pikiran dan hati busuk.


Hatiku gelap terhadap zaman ini. Tidak tahu apa yang harus aku perbuat, makan, minum, tidurku tak nyenyak seolah-olah hidupku ini bukan milikku, tapi saya merasa bahwa hidup ini dimiliki oleh penguasa yang entah kenapa aku beranggapan seperti ini.
Setiap langkah adalah kemajuan, mungkin itu awal dari falsafah hidupku, tapi dengan berbagai persoalan yang meliputi pikiranku, seolah-olah bingung. Cemas, berontak terhadap kehidupanku yang aku anggap bukan milikku tapi milik para penguasa zaman.

Rancaekek adalah tempat kelahiranku, negeri yang indah, makmur dengan sumber daya alam yang banyak yang bisa menjamin aktivitas-aktivitas hidupku, tapi itu hanya bayang-bayang saja, hanya ulasan masa lalu, yang mungkin tidak akan terjadi lagi, setelah para penguasa modal menjadikan dan membawa system yang menggerogoti airku, tanamanku, jalanku, alamku, tidak ada lagi yang patut dibanggakan, setelah tercemar oleh limbah-limbah peradaban yang baud an berpenyakit.

Zaman ini edan, gelap hati, bingung pikiran, turut edan hati tak tahan, tidak edan hati merana dan penasaran, mungkin ini adalah kata-kata yang pantas diucapkan oleh para penguasa.

karya II

Jurnalis
Oleh Irpan ‘Jawa’ P

Jurnalistik merupakan kesatuan dan unsur-unsur yang terjadi dari reporter yang sudah membaca suatu berita dan menulisnya dengan di Bantu oleh potografer untuk lebih menajamkan faktanya dengan gambar atau fhoto dan mendokumentasikan kemudioan mempublikasikan dengan maksud menganalisis suatu masalah dan memberikan kesempatan pada audience untuk memberikan opini.

Jurnalis
Rifki ‘Formal’

Dalam dunia jurnalis yang jelas disana terletak untuk mengembangkan wawasan kita sendiri seperti fotograper dimana kita menjadi pemoto yang handal yang menjadi objek kajian kita, begitu juga menulis.

Dengan menulis kita bisa memaparkan apa yang kita inginkan dengan berbagai sudut pandang yang kita miliki begitu juga dengna publikasi pembaca, penyiar yang pada intinya apa yang menjadi inti dari dunia jurnalis untuk menyajikan permasalahan yang ada dalam dunia kehidupan itu sendiri.

Karya I

lagi, kala Materi Kata Pengantar 'Proses Kreatif Menulis' berlangsung, Ibn Ghifarie sebagai pemateri melontarkan kata-kata 'Tulislah apa yang ada dalam benak kawan-kawan sekarang juga?' inilah buah karya mereka

Persetan
Oleh Yogi ‘Pehul’ Supriadi

Bagiku di jaman–jaman yang diam, kita yang edan sudah benar–benar edan tanpa terkecuali. Kalau berbicara seperti itu karena di dunia ini semua adalah kamuflase belaka atau semua kebohongan.

Orang cenderung tertutup apabila ia menginginkan sesuatu yang dia inginkan
Contoh dalam kehidupan sehari–hari. Seseorang yang ingin dapatkan cinta lawan jenis ini lebih cenderung menutup diri atau menutup nutup dirinya.

Padahal kalau kita pikir kalau pun kita jujur atau berbohong belum tentu dia suka pada kita, maka dari itu jadilah diri sendiri.

Aku dibohongi diriku
Aku menganjingi diriku, karena aku
Ber bersembunyi dibalik kebohongan
Aku tak mau kalau hidup di bohongi

Anjing……….anjing………
Pantas diriku, pantas untukku
Cinta alhamdulilah…………

Kata Mereka

Saat Materi Kata Pengantar 'Proses Kreatif Menulis' dimulai, Ibn Ghifarie sebagai pemateri mengungkapkan satu pertanyaan 'Apa yang temen-temen ketahui tentang Jurnalis?'. di mata Peserta Mabing menanggapinya, sebagai berikut

Jurnalis adalah menulis berita yang di publikasikan kepada masyarakat untuk dibaca dan dijadikan dokumentasi penyiar dan potografer adalah salah satu contoh orang menggeluti pekerjaan jurnalistik, tulis Iim ‘Molo’ Mustopa

Unsur – unsure atau bagian dari jurnalis adalah menulis, membaca, publikasi, penyiar, dokumentasi,berita, reporter semua elemen masyarakat dalam kota maupun antar kota ke kota ataupun yang lainnya, ungkap Pomi ‘Lamak Baseuh I’ YP

Jurnalis erat kaitannya dengan reporter karena reporter ini penyiar dapat membacakan menulis dan membaca berita, sehingga, publikasi berita ini sampai pada mereka, ujar Ali ‘Lapar’

Jurnalis selain membaca, menulis, mencari berita dan mempubl;ikasikan kepada masyarakat dan berita di dokumentasikan, tulis Q-bong ‘Lemot’

Proses untuk menjadi jurnalis adalah harus melalui tahap – tahap tertentu yaitu mencari berita dengan cara terjun ke lapangan membaca suatu tulisan yang kemudian di tulis dan di publikasikan reporter dan penyiar, tegas Jajang ‘Lamak Baseuh II’


Fotografer, menulis, membaca, publikasi, penyiar dokumen, berita, reporter. Itu semua adalah bagian dari jurnalis itu sendiri. Bagian – bagian di atas yang terbagi- bagi dari tubuh jurnalis, mereka semua seperangkat yang tidak bias di pisahkan, seperti halnya diri kita, ada mata, hidung, telinga dan yang lainnya, jadi dari hal itu semuanya mereka masing – masing mempunyai masing – masing pungsinya yang membentuk satu kesatun dimana tiap – tiap bagian itu sedang mengisi dan membantu satu sama lainnya. Maka akan terbentuklah, keselarsan dalam bergerak, cetus Rifki ‘Formal’

Menulis, membaca, reforter, potografer, publikasi, penyir dandokumentasi adalah unsure – unsure yang tidak dapat di pisahkan dari dunia, papar Irfan ‘Jawa’

Jurnalistik yaitu fotografer, menulis, membaca, mempublikasikan menjdi penyiar dari sebagian dokumentasi, kata Yogi ‘Pehul’

Peserta

Peserta Mabim (Masa Bimbingan) Pra-Ta'aruf Generasi Baru (TGB)
Angkatan XII periode 2007-2008
Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) Bandung

Nama : Jajang ‘Lamak Baseuh I’ Nurjaman
Alamat : Banjaran
Fakultas : Tarbiyyah dan Keguruan
Jurusan : PAI (Pendiikan Agama Islam)
No Kontak : 02291370292
Email :

Nama : Pomi ‘Lamak Baseuh II’ Y.P.
Alamat : Garut
Fakultas : Syariah dan Hukum
Jurusan : IH (ilmu Hukum)
No Kontak : 08997763054
Email :


Nama : Iim “Molo’
Alamat : Rancaekek
Fakultas : Adab dan Humanora
Jurusan : Bahasa dan Sastra Inggris
No Kontak :
Email :


Nama : Irfan ‘Jawa’
Alamat : Pangandaran
Fakultas : Adab dan Humanora
Jurusan : Bahasa dan Sastra Inggris
No Kontak : 085223820739
Email :


Nama : Ali ‘Lapar’
Alamat : Rancaekek
Fakultas : Sains dan teknologi
Jurusan :
No Kontak :
Email :


Nama : Ruhi Rauhullah
Alamat : Baleendah
Fakultas : Dakwah dan Komunikasi
Jurusan : KPI (Komunikasi Penyiaran Islam)
No Kontak : 085222684583
Email :


Nama : Ibrahiem ‘Boim’
Alamat : Cipadung
Fakultas : Dakwah dan Komunikasi
Jurusan : Penembangan Masyarakat Islam (PMI)
No Kontak :
Email :


Nama : Danil
Alamat : Ciparay
Fakultas : Dakwah dan Komunikasi
Jurusan : Jurnalistik
No Kontak :
Email :


Nama : Q-Bonk ‘Lemot’
Alamat : Pangandaran
Fakultas : Syariah dan Hukum
Jurusan : MKS (Manejemen Keuangan Syariah)
No Kontak : 081323125771
Email :


Nama : Rifki ‘Formal’
Alamat : Rancaekek
Fakultas : Dakwah dan Komunikasi
Jurusan : KPI (Komunikasi Penyiaran Islam)
No Kontak :
Email :


Nama : Jogi ‘Pehul’
Alamat : Rancaekek
Fakultas : Sains dan teknologi
Jurusan : Matematika
No Kontak :
Email : gievara.satanicturtle@yahoo.co.id

Tatib

Tata Tertib Mabim (Masa Bimbingan) Pra-Ta'aruf Generasi Baru (TBG)
Angkatan XII periode 2007-2008
Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) Bandung

1. Setiap Peserta harus datang 15 menit sebelum acara dimulai
2. Setiap Peserta harus mengikuti materi. Bila satu atau dua kali tidak mengikuti, maka harus bersedia:
 Membuat resume
 Baca puisi sambil keliling kampus
 Nyanyi lagu pergerakan
 Beberes Sekre Kere
3. Setiap Peserta harus hadir dalam setiap acara dan membawa rokok
4. Bagi Peserta yang tidak mengikuti acara lebih dari dua kali, maka yang bersangkutan dianggap mengundurkan diri

Agenda Mabim

Upaya regenerasi keberlangsungan suatu lembaga, Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) menggelar mabim (Masa Bimbingan) Pra-Ta’aruf Generasi Baru (TGB) Angkatan XII tahun 2007-2008.

Agenda Acara Mabim

Hari/Tanggal : Senin, 19 November 2007
Materi : Pembukaan ‘Ekspektasi’
Pembicara : Fasilitator
Moderator : Penurus LPIK
Tempat : Sekre Kere
Pukul : 15.00 wib


Hari/Tanggal : Senin, 19 November 2007
Materi : Etno Religius
Pembicara : Dindin Elknis
Moderator : Reni Sendiawati
Tempat : Sekre Kere
Pukul : 16. 30 wib--selesai


Hari/Tanggal : Selasa, 29 November 2007
Materi : Pengantar Jurnalis ‘Proses Kreatif Menulis’
Pembicara : Ibn Ghifarie
Moderator : Zarien Givarian
Tempat : Sekre Kere
Pukul : 15. 00 wib-selesai


Hari/Tanggal : Rabu, 21 November 2007
Materi : Pengantar Sastra ‘Dunia Puisi’
Pembicara : Badru Tamam Mifka
Moderator : Pradewi Trichatami
Tempat : Pelataran Rektorat
Pukul : 16.30 wib--selesai

Hari/Tanggal : Kamis, 22 November 2007
Materi : Potret Islam Masa Kini
Pembicara : Dede Nurdin
Moderator : Naufal Arkam
Tempat : Eks Pascasarjana
Pukul : 15.00 wib--selesai


Hari/Tanggal : Jumat, 23 November 2007
Materi : Pengantar Filsafat ‘Berfikir Logis’
Pembicara : Farid Yusuf
Moderator : Alzy
Tempat : Gede bage
Pukul : 15.00 wib--selesai


Hari/Tanggal : Sabtu, 24 November 2007
Materi : Ngobrol Ala LPIK
Pembicara : Fasilitaror
Moderator : Pengurus
Tempat : Sekre Kere
Pukul : 15.00 wib--selesai

Tuesday, November 6, 2007

Aliran Ganjil

Mussadeq Masuk dan Lia Keluar
Geis Chalifah

DALAM satu hari ada dua hal yang menarik: Mussadeq bosnya gank Alqiyadah menyerahkan ke Polda dan dihari yang sama, Lia Aminudin, ketua gank Salamullah keluar dari penjara.

Mussadeq disambut sengan gembira karena menyerahkan diri. Sementara Lia keluar disambut dengan kecemasan. Akankah cerita dua tahun lalu akan berulang? Kalau dimasa lalu, manusia yang bertetangga dengan Nabi sangatlah beruntung. Tetapi bertetangga dengan “nabi” yang satu ini sangatlah mencemaskan. Kita tidak tahu akankah di rumah yang tertutup rapat itu, anak-anak kecil akan menerima nasib penganiayaan kembali berupa hukuman dengan meminum spirtus atau hukuman lainnya atau bagaimana?

Yang jelas, berbagai penyimpangan pemikiran akan menyebabkan penyimpangan prilaku. Kalau Imam Samudera merampok sendiri, maka muridnya Mussadeq meminta warisan dari orang tua yang masih hidup. Dan Lia apa lagi yang akan dilakukan? Kami warga di sini, hanya menonton para pemakai baju ihrom itu mulai bulak-balik mendatangi rumah yang di atasnya terpampang Kingdom of God.

Semoga saja tak buat hal yang aneh-aneh lagi. Tidak mengeluarkan surat apa pun berupa ajakan atau menakut-nakuti dengan bencana, apa lagi ancaman membunuh manusia.

islam_alternatif@yahoogroups.com

Mari Bermaafan

Salam Semua,

Bulan Rahamdhan telah kita selesaikan, hari yang ditunggu dan dikenal oleh masyarakat umum sebagai hari kemanangan datang jua. Syawal menjadi bulan yang sepertinya difavoritkan oleh anak-anak bahkan orang dewawasa. Selain makan melimpah ruah juga pangan tak ketinggalan. Hari pertama bulan syawal biasanya kita isi dengan sholat dan saling mengunjungi tetangga, sanak saudara dan handay tolan. Momentum idul fitru dijadikan ajang silaturahmi. Konon menurut ahli idul fitri dapat dimaknai sebagai hari ”kembali kepada kesucian”. Karena selama Rhamadan kita berpuasa dari segala macam goda. Setelah itu jiwa dan tubuh kita diharapakan menjadi stabil kembali. Itupun bagi orang yang menjalankan puasa secara tulus dan serius. Shilaturahmi antar sesama tidak hanya sebgai tradisi namun ada nilai religi yang terkandung. Dosa tetangga dan sanak saduara kita usahakan saling dimaafkan meskipun hanya satu hari.

Namun, sadarkah kita selain kita memilki dosa sosial antar manusia juga dosa terhadap alam ini. Hutan yang dulunya asri sekarang hanya sebuah cerita, pendangkalan dan kotornya sungai menjadi pemandangan yang lumrah kita saksikan. Alih fungsi lahan yang dilakuaknoleh masykata maupun para pejabat tak lagi memamndang kaidah analisis lingkungan. Pedoman buku Andal hanyalah kitab tak pernah kita taati. Padahal kitab itu layaknya dijadikan buk pedoman bagi para kontartor dan pemegang kebijakan. Lebih ngeri lagi jika kalau kita mempertahitakan hutan indonesia yang masuk guiness book record tahun lalu negara kita yang tercinta menempai urutan pertama dalam penurnan jumlah hutan.

Lantas bencana seperti arisan keluarga. Daerah satu dengan daerah yang lain tinggal menunggu giliran.peralkuan kita terhadap lingkunga ; hutan, sungai, lahan dll. Masalah lingkungan hidup -mau tidak mau- merupakan milik kita bersama, baik lokal maupaun global, dewasa dan anak-anak. Juga keprihatian kita bersama? Dengan sepuluh juta manusia, dan lebih banyak makhluk lain lagi, kita hidup dalam sebuah metropol yang baru-baru ini diberi kehormatan oleh Guiness Book Record sebagai negara yang tercepat dalam penurunan hutan. Tak lupa juga tahun 1998 PBB mengkategorikan Negeri ini sebagai kota tercemar nomor tiga di dunia, setelah Mexico City dan Bangkok. Kesejahteraan lingkungan hidup kita begitu dikorbankan kepada kebutuhan lain, yang ada kalanya sangat mendesak, tetapi tak jarang juga hanya keserakahan, kenikmatan dan kemudahan yang berlebihan.

Negeri kita tengah mengalami bencana alam yang katastarofal bagi masa depan seluruh Asia Tenggara, yakni kebakaran hutan dan penggundulan massal hutan tropis di Kalimantan, Sumatera, dan lain pulau sekarang papua. Ini bukan permainan alam, tetapi ulah manusia yang haus akan lahan, entah untuk mencari nafkah hidup yang sangat perlu atau mengeruk kekayaan maksimal. Asapnya akan segera terbawa angin tetapi akibatnya menjadi beban masa depan.

Sejak tahun 70-an beberapa earth summits tentang lingkungan hidup, pembangunan berkelanjutan, perubahan iklim, dan lain-lain, berusaha membangkitkan keprihatinan mondial dan menjadikan politik global. Usaha-usaha itu –betapapun mengembirakan- sampai sekarang belum menghasilkan banyak tindakan nyata. Keprihatinan sesaat untuk lingkungan hidup lekas kendor karena keprihatinan sosio-ekonomis yang terasa lebih mendesak. Kurang diinsyafi bahwa seruan bumi, jugalah seruan orang miskin. Celakanya lagi mind set orang modern religi yang memahami alam ini sebagai sub ordinat bagia manusia yang layak untuk dieksploitasi seenaknya tak kunjung berubah.

Tidak sadarkah kita bahwa apa yang kita lakukan selama ini memilki dampak yang sangat besar bagai pola ekosistem dan kesetimabngan alam ini. Dosa kita selain terhadap sesama manusia dan Tuhan juga terhadap lam ini. Pernahkan terbersit dalam nurani untuk bersilaturahmi –saling memaafkan- dengan alam ini di hari yang fitri. Silaturahmi yang berkelanjutan dan tidak sesaat. Bentuk silaturahmi yang dapat kita lakukan dengan alam ini dimuali dengan menanam pohon di depan halaman, tidak membuang sampah di sungai, pengehamtan energi dan lain sebgainya. Meskipun kecil tapi kita berusaha untuk menyelatkan alam ini. di hari yang fitri saya mengucapkan ” Minal ’Aidzon Walfaidzin Taqoballohu Minna Waminkum Wa A’lam”. Yosep

Dialog Post LPIK

Waktu Buka Puasa hingga Persoalan Kebenaran Agama


Di belakang blog ini telah terjadi diskusi yang cukup alot tentang Waktu Buka Puasa hingga berlanjut pada Persoalan Kebenaran Agama, antara pengasuh Blog Post LPIKAhmad Sahidin sekaligus mantan Ketum LPIK periode 2002-2003, dengan seorang aktivis gerakan petani Yayasan/LSM Amerta, Cianjur, Jawa Barat, yang juga mantan Ketum LPIK Bandung masa bakti 2004-2005, Yusep Somantri. Berikut ini kami sajikan dialog mereka. Kami harap ada respon dari pembaca. Selamat membaca!

REDAKSI

I

SALAM…..

AKU ingin curhat di sini. Jika saya ikut berpuasa dengan teman-teman, seringkali "dipaksa" membatalkan puasa jika adzan magrib telah mengalun. "Gancang buka, batalkan puasamu walaupun dengan seteguk air," katanya.

Fenomena ini yang maklum dijumpai di Indonesia. Karena mereka memandang begitu besar pahala menyegerakan berbuka dan meyakini bahwa 'agak berdosa' bila melambatkan berbuka. Mungkin karena hadits-hadits itulah penyebabnya. Tetapi bila saya tanyakan apakah mengetahui tentang ayat alquran yang menyuruh menyempurnakan puasa sampai malam dan tidak ada satupun ayat alquran yang menyuruh menyegerakan berbuka. Mereka geleng-geleng kepala tidak tahu. Walhasil hadits lebih populer walaupun agak bertentangan dengan alquran. Kadang-kadang saya berpikir memang setan berusaha untuk menghancurkan amal perbuatan kita. Bayangkan saya meyakini jam 18:25 untuk waktu berbuka tapi mereka memaksa saya untuk berbuka jam 17:55. Toh saya tidak ingin dimaksud oleh hadits dibawah ini. Saya tidak tahu apakah itulah makna hadits ini.

"Berapa banyak orang yang berpuasa tetapi dia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali hanya lapar dan haus.".

--Ahmad Sahidin


II

Salam,

Jika kita benturkan masalah buka puasa dengan commen
sense tentu saja keyakinan kita akan selalu
berbenturan bahkan dibenturkan, potensi konflik
senantiasa akan menjadi sebuah keniscayaan.

Dalam kontek masyarakat civil bukanlah ruang dialog
lebih terbuka bahkan sola keyakinan. Namun,kita
seringkali terjebak dengan benteng mind set yang
dimilki. memahami orang lain harus sama dengan kita.
itu ujian bagi orang berpuasa bagaimana menahan luapan
hasrat untuk tidak memahami orang lain lebih
rendah/bodoh daripada kita.

Ingatkah kita pada baginda Rasulluha saat ia berdakwah
lantas masyrakat sekitar mencemoohnya, lalu dengan
nada polos hammparan gunung meminta Muhammad untuk
minta ijin pada Allah untuk menghabiskan masyarakat
yang mencemooh Rasul.

Namun yang menarik jawaban Rasul tidak mengiyakan
malahan dia berdoa/menjawab. wahai gunung janganlah
kau hancurkan dan mematikan umat ini "munkin mereka
tidak tahu bahwa saya ini adalah utusan.

saya kira hadits tersebut memberikan ruang bagi kita
untuk sedikit lebih reflektif, tentang realitas
keagamaan. Sambil mengedahkan Tangan mulailah berdoa
"Tuhan berilah mereka petunjuk dari ketidaktahuannya"

---Yusep Somantri


III

HHHmmmmm...nampak sebuah kearifan...atau justru ini sebuah keterpaksaaan menerima commen sense? Hmmm kukirA tak salah bila kita bicara kebenaran..sebab ini tataran lahiriah, tataran hitam dan putih, sebuah pilihan.
justru di sinilah kita di uji, apakah kita memilih dan memilah mana yang seharusnya disingkirkan dan mana yang diambil sekaligus dihasrati-diciumi dan digauli sehingga dari sana lahirlah sebuah pencerahan: tharekat, yang membiasakan kita untuk tetap berpegang teguh segala konsekuensi atas apa yang dipilihya; inilah sebuah pilihan...
insya Allah sampai pada hakikat...

---Ahmad Sahidin


Salam,
Sebuah kearifan yang diharapakan atau kekonyolan Don
quite???, apa bedanya? keariafan bernagkat dari sebuah
keihkalasan namun kekonyolan berngakat dari semangat
populis??
Pilihan! pilihan bagi saya adalah banyaknya realitas
lantas dengan sadar kita mengambil salah satu
diantaranya, atau terkadang juga kita dipaksa untuk
dipilihakn oleh orang lain meskipun pilihan-pilihan
itu masih nampak.
Persolan kebenaran sedari dulu memang menajadi areal
perataruangan. Bahkan mereka rela mencucurkan darah
untuk mempertahankan kebenaran yang ia yakini. Lantas
betulkah kebenarah sebigitu hebatnya untuk kita bela.
metode kebenaranpun beragam, jua menghasilakan buah
yang beragam. Yang pada akhirnya relativistiklah yang
menang. Benar salah, hitam putih. Realitas yang
deterministik. rigiditas akan selalu menyapa kita jika
silogisme aristotelian menjadi bayangannya.Insya Allah
Bukankah persoalan beda buka puasa hanya persolan
fiqhiyah, hanya sebatas baju yang hendak kita pakai
menuju subtnsi hakikat?

--Yosep Somantri


IV

LUARBIASA, makin terasa tajam pisaumu menusuk. Kian membengkaklah luka-luka zaman yang kau sayatkan berkali-kali atasnama keanekaragaman. Seolah-olah jalan keluar, tapi justru malah tereperosok kembali ke "dalam" jurang yang menganga 15 abad lalu.

Aku tahu pertarungan sebuah klaim kebenaran tak pernah berakhir. Sungguh pun kita pernah terlahir di "rahim" yang sama, namun jalan makin membentang: sebuah keniscayaan untuk mengakui bahwa relativitas tak pernah laku sepanjang waktu: Sebab ia diperebutkan, dinikmati dengan tangan-tangan jahil yang luar biasa mempengaruhi benak kita dengan embel-embel modernitas, posmo, pluralitas, libralisme, fundamentalisme,etc. Semuanya itu tak lebih sebuah produk yang tak membanggakan. Harus kuakui semuanya menjerumuskanku pada ketidakpastian. SEbagai orang masih muslim dan waras dengan nalar yang cerdas, tak ada plihan selain harus memihak. SEbab itulah jatidiri, hidup dan proses menuju kesempurnaan.

Sepanjang hidup memang penuh pilihan. Aku pun terpaksa harus memilih, tapi ada yang membedakan antara aku dan mereka, cara dan hal yang dipipilihnya itulah yang menjadikan BERANI MEMILIH. ADA standar: human interested, mood, dan kecocokan atau enjoy. Artinya, seseorang yang memilih itu sadar betul dirinya memilih yang terbaik bagi dirinya.
persetan orang bilang, persetan dengan sumber yang tak jelas. Di sini aku yakin, kebenaran yang diperebutkan bukanlah "kebenaran" yang hakiki. Sebab ia diperebutkan.

"Kebenaran" hakiki justru lahir bukan dari sebuah pertarungan wacana, tapi
melalui pencerahan "fitrah ilahiyah" yang muncul dari nurani terdalamnya. Bukankah di sana ada ruh ilahi yang ditanamkan sejak "zaman purba" (istilah si IMAN BULED--untuk menyatakan waktu atau masa yang tak terbatas sebelum lahir manusia).

Artinya, kita sudah punya modal. tInggal kita gunakan modal itu hingga kita merasakan, mengalami, mengetahui, dan memahami hinnga sampai pada "kebenaran" hakiki.

BAGIKU, persoalan buka puasa bukan hnaya masalah kulit atau bungkus. Tapi justru nilai yang pantas kita gali dan kenali lebih jauh, dengan sumber-sumber yang jelas dan tak menyalahi sumber utama Islam.

Kuyakin Rasulullah Saw (bila hadir melihat fenomena dan praktik Islam masa sekarang) akan tertawa dan sedikit mengernyitkan dahinya. "Luar biasa, betapa hebatnya umatku, persoalan remeh pun dipersoalkan. Luarbiasa, titah ilahi pun disuramkan," ujar al-Musthofa Rasulullah Saw. ketika memandang sebuah catatan, "Bukankah persoalan beda buka puasa hanya persolan fiqhiyah, hanya sebatas baju yang hendak kita pakai menuju subtnsi hakikat?. Hmmmmm kalimat yang perlu dipertanyakan dan diragukan kebenarannya"

Ada nasehat dari Sunan Bonang ketika bertemu dengan Raden Said (Sunan Kalijaga)--yang ketika itu Sunan Kalijaga masih muda dan menjadi perampok, mirip Robin Hood atau Abu Dzar.

"JIka kau mencuci bajumu yang kotor dengan air kencing bagaimana?" tanya Sunan Bonang.

"Tambah kotor dan bau," jawab Sunan Kalijaga.

"Hmmmm. Jadi harus dengan yang bersih airnya ya kalau ingin bersih lagi," tanya Sunan Bonang.

Sunan kalijaga menjawab, " Benar kanjeng sunan. harus air bersih dan halal" .

Kukira cukup Ente paham dengan tamsil/metafora tersebut. Bila kurang paham juga, nanti aku kabarkan "pencerahan-religi" dari almarhum Ayatullah Murthadha Muthahhari.


--Ahmad Sahidin


V
Terima kasih atas pencerahannnya semoga kebenaran itu tidak semakin kelam dalam diri kita. Meskipun puing-puingnya berserakan disetiap umat beragama ataupun yang tdak beragama. Kebenaran Tuhan tidak sekerdil apa yang kita pikirkan, kita hanyalah buih ditengah lautan yang kerap kali terombang ambing ombak wacana dan keyakian umat beragama. Namun pada akhirnya semua buiah yang ada di lautan akan bermuara ditepian pantai atau di muara sungai. Buih tercipta dari ekstarasi mineral air laut bukan air laut itu sendiri. Saya berani memilih dan sadar meminjam bahasa pak Akhmad bahwa kebenaran yang selama ini kita yakini sama seperti buih dilautan.


Siapakah yang berhak menilai sebuah kebenaran? kitab-kitab suci agama, nalar, atau intuisi manusia? Saya percaya bahwa manusia diletakan sebagai subjek yang sadar dalam "me-Iqra" sesuatu, tidak lantas terjebak dengan rigiditas sebuah teks. Kalau anda bercerita tentang tamsil Sunan Bonang. Saya akan bercerita tentang kisah petani di desa dampingan. Sebut saja namanya Ocim selain sebagi petani ia sering didatangi penyuluh dari Dinas Pertanian. Si penyuluh menyuruh petani memakai bibit dan pupuk hasil organik namun kenyataan petani di kampungya memakai pupuk kimia. Yang unik bagi saya adalah jawaban pak Ocim "Ia menjawab bahwa apapun teknologi atau metodenya yang paling penting ialah produktivitas padi meningkat.


Jika membaca dialognya Sunan Bonang dan Kalijaga. Saya merasa menyesal kenapa Sunan Bonang begitu "bodahnya" dan saya ingin membisikan ketelinga Sunan Bonang bahwa mencuci pakaian dengan air kencing jawabannya bukan tambah kotor dan bau tapi hanya tambah bau saja. Kedua, kenyatan waktu itu untuk mendapatkan "air bersih dan halal" sangat sulit karena habis oleh keserakahan penguasa. Jika saya mengalami hal yang serupa saya tak akan mencucinya lebih baik saya berpakai kotor atau mengambil hak air bersih saya pada mereka.


Beda puasa masalah fiqhiyah dan itu hanyalah kulit dari Agama. Penulusuran otensitas sebuah teks memang perlu. Namun saya teringat pada pepatah seorang petani jika manusia dititipi uang akan berkurang sedangkan jika dititipi risalah/omongan akan bertambah. Reduksi dan penambahan sebuah teks kemungkinan besar akan berlaku disana sedikit dipengaruhi oleh ilmu heurmenetik. He..he. saat kuliah di elpik tempo doelu. Sekarang teks-teks itu hanyalah artefak-artefak saja dan kita hanya bisa menemukan puing-puingnya. Namun manusia sekarang terlalu bangga baru saja menemukan puingnya sudah merasa memilki bendanya.


Jika ente membayangkan Rasulallah masih hidup sekarang sayapun sama. Baginda Rasul akan berkomentar "wah islam itu semakin sempitnya jang, banyak orang yang mempersoalkan agama tapi ia jauh dari agamanya" . beda buka puasa, sholat saja diributin. Kemiskinan dan kebodohan ada didepan mata tak disentuh dan koruptor tungga langgag naik haji...oce ajakan si buled. Kangeneuy urang ka manehna.


---Yosep Somantri


VI

Hmmmmmm. Dahsyat dan nikmat. Sungguh ini yang kurasakan dari percikanmu. Berkali-kali aku harus menepukkan tanganku pada keningku. BUkan karena ada yang menghalangi, bukan! hanya saja aku heran dengan cara berfikir orang, ingin meraih kebenaran tak menapikkan jejakartefak kebenaran. Padahal dari sana kita tahu, dan paham agama serta nilai2 Islam yang sedang diproses dalam diri.

belajar kearifan memang tak hanya dari orang-orang cerdik pandai, bisa juga dari petani. tentu sebatas yang diketahui dalam kehidupan yang dialami dalam kesehariannya. Aku tahu itu bermanfaat. Tapi tak menjamin bermanfaat bagi yang lain, yang punya tatacara beda dan hasil yang berbeda. Persoalannya, apa dan bagaimana kita memilih di antara pilihan2 itu, yang pantas dikaji dan dikritisi ulang. Dan nantinya juga akan sampai hasil dari yang dipilihnya.

KEBENARAN dalam beragama memang tak ada kaitannya dengan persoalan FIQH. Hanya saja, bagiku, syariat atau fiqh yang rada "original" merupakan pengantar masuk pada HAKIKAT agama itu sendiri, ma`rifatullah. Tak ada jalan yang harus ditempuh seorang pelajar, kecuali memulainya dari dasar, awal. Formal atau tidak, tetap ia harus memulai dengan perkenalan materi studi awal. Maksudku: aku sih pilih memulai dari Syariat, Tarekat dan kemudian Hakikat. Karenaya, bagiku penting Fiqh dalam kehidupan. Itu yang mengantar kita pada tahap keberagamaan kita selanjutnya. Untuk itu, sebelum masuk tahap selanjutnya, kupikir diriku harus memantapkan sekaligus mendisiplinkan diri dengan aturan tersebut. Mengetahui aturan yang benar dan jelas dari sumbernya itu, yang harus kita upayakan bersikap kritis dan tidak asal-asalan.

Aku sih begitu…………
Hmmmm....Islam bagaikan air yang mengalir dari mata air yang jernih. Ia mengalir dari dataran tinggi turun ke dataran rendah. Saat mengalir itu tidak dapat disangkal bila kemudian air itu terkontaminasi dengan berbagai kotoran yang terdapat pada tiap-tiap aliran sungai. Untuk menjernihkannya perlu proses penyulingan. Maksudnya, bila kita ingin mereguk dan mengenal keaslian Islam harus men-steril-kan dahulu dari kontaminasi-kontaminasi, sejak pasca wafat Rasulullah hingga kini.

Pendek kata, kita harus menggali lewat kajian-kajian intensif, terutama dari al-Quran dan Sunnah yang shahih serta diriwayatkan dengan sanad mutawatir.
Sebagaimana yang dikatakan Rasulullah SAW, "Sesungguhnya banyak dusta dan kebohongan dinisbatkan pada diriku" (Syekh Kulaini, Ushul Kafi, I : 62).

Sayyidina Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah—dalam buku Nahjul Balaghah—mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sekiranya ada suatu kabar (hadits) yang datang kepadmu, maka bandingkanlah dengan kitabullah (al-Quran). Bila itu sesuai dengan kitabullah, maka ambillah; dan bila bertentangan dengannya, buanglah."

Begitulah Nabi Muhammad SAW menentukan standar kebenaran dalam menentukan otentik dan tidaknya sebuah rujukan yang dipakai umat Islam. Tapi standar ini tidak jarang seringkali diabaikan oleh umat Islam. Buktinya, kita masih menemukan beberapa kelompok Islam yang seringkali menghardik dan menganggap dirinya paling ittiba dalam sunnah Nabi SAW.

Sedangkan yang di luar kelompoknya, kerapkali dilabeli ghair-sunnah, gahir-ittiba, dan yang paling mengerikan muncul ungkapan ahlul bid`ah dan zindik.

Dan yang mengejutkan, di antara kelompok Islam yang berbeda itu mereka saling klaim paling Islam, juga saling hujat.

Akhirnya, Islam yang agung dan luhur ini dirobek-robek umatnya sendiri—apalagi tindakan anarkis yang mengatasnamakan amar ma`ruf nahi munkar menjadikan Islam dilabeli teroris. Inilah yang menjadi pertanyaan, mengapa Islam yang rahmatan lil a`lamin menjadi la`natan a`lamin? Pertanyaan ini memang patut direnungi dan dicarikan solusinya. Juga perlu ditelusuri akar permasalahan yang melahirkan perbedaan dan perdebatan yang timbul dalam Islam ini.

Sepengetahuan saya, lahirnya mazhab-mazhab selain faktor kepentingan sosial dan politis, juga karena perbedaan dalam mengartikan nash-nash. Apalagi bila melihat hadits-hadits, yang antar muhadis saja sangat berbeda dalam menilai keotentikan sebuah hadits. Bahkan muhadis yang dianggap shahih, yaitu Bukhari dan Muslim, ternyata akhir-akhir ini oleh beberapa pakar Islam dan cendekiawan dianggap tidak valid, tidak otentik, bahkan tampak diskriminatif.

Muhammad al-Ghazali dalam buku "Sunah Nabi Saw : Menurut Ahli Fiqih dan Ahli Hadis" (PT.Lentera, 2002) menyatakan, dalam melihat Islam—terutama warisan Nabi Muhammad Saw—yaitu sunah sangat diharuskan untuk bersikap kritis dan jeli dalam memahami teks dan nilainya.

Menurutnya, setelah diteliti dalam beberapa kitab hadits seperti shahih Bukhori dan Muslim, ternyata banyak terdapat hadits-hadits atau sunah Rasuilullah yang jauh berbeda dengan perilaku dan pernyataan Rasulullah Saw yang digambarkan dalam al-Quran.

Hasilnya, ada beberapa riwayat, yang menurutnya kurang sesuai dengan sosok Rasulullah SAW. Al-Ghazali menyebutkan hadits-hadits seperti tentang mayat disiksa karena tangisan keluarganya, mendengar nyanyian adalah perbuatan jahilyah dan haram, tentang malaikat maut yang ditonjok Nabi Musa as, atau hadits mengenai Nabi kena sihir, adalah hadits-hadits yang kebenarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Bukankah Nabi itu suci dan terjaga dari kesalahan dan dosa? Bukankah Nabi itu segala ucapan dan tingkah lakunya adalah perwujudan quran dan ucapannya itu berasal dari Allah (wahyu)—QS.An-Najm ayat 3-4. Juga sangat tak masuk akal bila Rasulullah SAW yang sehari-hari berada dalam kondisi bersih dan suci serta menjalankan amalan-amalan yang diperintahkan Allah SWT, bisa terkena sihir. Bukankah sihir itu akan mengena pada mereka yang jauh dari nilai-nilai ilahiyah dan dekat dengan setan? Rasulullah jauh dengan setan dan bahkan setan atau jin kafir pun takut bila jumpa dengannya.

Karena itu, menurut Al-Ghazali, sesuatu yang sudah pasti berdasarkan wahyu Allah SWT dan ternyata berbeda dengan hadits-hadits atau sunah, maka hadits dan sunah itulah yang harus disingkirkan.

Juga konsep syura yang pegang sebagai landasan yang melahirkan khalifah pasca Nabi Muhammad SAW kini mulai dipertanyakan keabsahannya. Menurut Thaha Husein, bila kaum muslimin memang benar punya sistem tertulis tentang syura, pasti kaum muslimin yang hidup di masa Utsman bin Affan akan menggunakannya. Setidaknya untuk menyimpulkan sebuah keputusan agar tidak terjadi berbagai pertentangan. Namun, bila diselidiki ternyata tak ada kejelasan sistem, tidak ada ketentuan siapa yang berhak dipilih dan siapa yang menjadi pemilih. Tidak ada aturan, batas-batas yang mengatur peserta, dan kriteria untuk mendahulukan satu pendapat di atas pendapat lainnya. Kalau syura itu pesertanya kaum muslimin secara keseluruhan, kenapa Abu Bakar dipilih hanya oleh lima orang (Umar bin Khattab, Abu Ubaidah al- Jarrah, Usaid bin Hudhayr, Bashir bin Saad, dan Salim Maula Abu Hudzaifah) dalam rapat singkat di Saqifah Bani Saidah? Bukankah kaum muslimin saat itu sudah banyak di wilayah jazirah Arab dan kenapa tidak dilibatkan? Kenapa Umar bin Khattab diangkat jadi khalifah dengan surat perintah Abu Bakar, tidak dengan syura?

Juga Utsman bin Affan dipilih hanya oleh lima dewan formatur. Apakah ini tidak mengkhianati sebagian kaum muslimin waktu itu? Apalagi bila melihat dinasti Umayyah dan Abbasiyah yang malah kembali ke bentuk kerajaan dengan raja yang turun-temurun. Inilah yang dimaksudkan di awal tulisan, bahwa Islam pasca wafat Nabi mengalami kontaminasi-kontaminasi jahiliyah dan kepentingan politis.

Melihat fakta ini, sebenarnya bila merujuk kepada Nabi Muhammad SAW pasti akan bersedih. Karena dalam salahsatu hadits dikabarkan, dalam sebuah mimpi Rasulullah menemukan sekolompok kera yang bergelantungan di mimbar masjidnya. Di hadapan mimbar itu ada beberapa kaum muslimin yang mundur berangsur-angsur. Beliau terbangun dan menangkap mimpi itu sebagai tanda akan ada gelombang yang menghancurkan ajaran dan nilai-nilai Islam.

Bersamaan dengan mimpi itu, malaikat Jibril datang menyampaikan wahyu, "Dan ketika Kami wahyukan kepadamu, sesungguhnya Tuhanmu meliputi segala manusia. Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan pohon kayu yang terkutuk dalam Al Quran. Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka" (QS. Al-Isra [17] : 60).

Sungguh benar mimpi Rasulullah ini. Buktinya, setelah beliau wafat, lahirlah para penguasa yang menindas dan tidak melayani umat. Mereka naik ke mimbar dan berbicara tentang Islam dengan indah dan begitu memikat, tapi dibelakang itu mereka menindas kaum muslimin dengan sangat keji. Kelihatannya membela Islam, tapi sebenarnya mengoyak-ngoyak Islam. Adapun orang-orang yang mundur menjauhi mimbar itu, adalah simbol bahwa Islam kini hanya permukaan yang tampak dan tinggal namanya saja.

Ini memang sedang terjadi di dunia. Tengok bagaimana firqah satu dengan yang lain berantem, adu mulut, saling caci, dan saling maki. Kita bisa melihat bagaimana tingkah mereka, yang menerapkan bahwa yang haqiqi harus dipukul dan yang bathil dirangkul.

Inilah sebuah pengkhianatan terhadap Nabi. Kita mengaku beriman kepada Allah dan Rasululah, tapi dibalik itu kita mengecam, mengancam, mencerca, memaki dan mem-bid`ah-kan orang lain yang berbeda pemahaman dengan kita. Allah SWT berfirman, "Dan orang-orang yang membantah Allah sesudah agama itu diterima maka bantahan mereka itu sia-sia saja, di sisi Tuhan mereka. Mereka mendapat kemurkaan dan bagi mereka azab yang sangat keras" (QS. Asyura [42] :16).
alghous...alghous...alghous...alghous...alghous...
kholasna minannari ya robba....kholasna minannari ya robba.... kholasna minannari ya robba.... kholasna minannari ya robba....

---Ahmad Sahidin