Sekedar LPIK

My photo
Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) Bandung

Tuesday, July 10, 2007

Saritem

Eks-Saritem dan Catatan untuk Kita
Oleh ENDANG SUHENDAR

SIKAP Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, dalam memberantas segala bentuk penyakit masyarakat rupanya bukan hanya sebatas tertuang dalam peraturan daerah (perda). Itu terbukti pada beberapa hari lalu, petugas gabungan dari Satpol PP, TNI AD, Polri serta sejumlah petugas dari dinas terkait dan tokoh masyarakat melakukan aksi penertiban terhadap lokalisari prostitusi di kawasan Saritem ("PR"/18/4).

Sikap Pemkot Bandung ini dilakukan guna mewujudkan kota ini sebagai Kota Bermartabat (bersih, makmur, taat, dan bersahabat). Salah satu sasarannya, yaitu mewujudkan Kota Bandung yang bersih dari berbagai praktik penyakit masyarakat, yang berdasarkan pada Perda K3 (ketertiban, kebersihan dan keindahan). Kita sebagai warga Kota Bandung berharap, tidak hanya prostitusi yang diberantas, akan tetapi segala bentuk kegiatan yang dapat mengganggu ketertiban dan meresahkan masyarakat. Seperti praktik perjudian, premanisme, serta penanganan para gepeng (gelandangan pengemis) bisa segera diselesaikan.

Kebijakan yang diambil pemkot ini mungkin bisa dicontoh oleh pemerintah daerah yang lain. Karena praktik prostitusi yang ada di lokalisasi-lokalisasi tidak hanya terdapat di Kota Bandung saja, tetapi hampir setiap kota-kota besar di Indonesia "dilengkapi" dengan lokalisasi prostitusi. Hal itu seolah kurang sempurna jika sebuah kota tidak melengkapinya dengan tempat bisnis birahi ini. Bahkan, praktik prostitusi yang ada di lokalisasi maupun yang tersebar di berbagai tempat, sudah merambah ke kota kabupaten bahkan ke kota kecamatan.

Namun, satu hal yang ingin penulis sampaikan, bahwa praktik prostitusi tidak bisa diberantas hanya dengan menutup tempat-tempat lokalisasi saja. Dengan ditutupnya lokalisasi Saritem apakah bisa menjamin praktik mesum ini bisa hilang dari Kota Bandung? Jika jawabannya tidak, maka Pemkot Bandung harus siap-siap melakukan hal yang sama (penutupan) di tempat-tempat lain, atau bahkan di tempat yang sama di kemudian hari. Karena tidak mustahil, warga Saritem akan melakukan pembukaan tanpa "gunting pita" dengan segala macam dalihnya.

Upayakan penyadaran
Seperti diberitakan media, bahwa penutupan Saritem bukan dilakukan kali ini saja, tetapi sudah dilakukan ketika Wali Kota Bandung dijabat oleh Otje Djundjunan pada tahun 1975, lalu tahun 1999, dan tahun 2006 (PR/18). Tetapi apa hasilnya? Saritem tetap menjadi salah satu daya tarik wisatawan lokal --terutama kaum adam yang datang dan ngaso di Kota Bandung sambil menikmati hawa dinginnya.

Dengan demikian, penutupan lokalisasi pelacuran di Saritem harus dibarengi dengan upaya penyadaran para PSK, juga para warga yang terlibat langsung ataupun tidak langsung dengan bisnis ini. Karena bukan hanya PSK yang menggantungkan hidup di Saritem, tetapi di sana ada berbagai jenis penghidupan manusia yang hilang seiring dengan ditutupnya lokalisasi.

Pendekatan yang bersifat persuasif dirasa akan lebih efektif dalam tataran kesadaran, dari pada dengan cara-cara pemaksaan yang mungkin akibatnya akan sangat berbeda.

Penulis tidak ingin terlibat dalam pro ataupun kontra terhadap kebijakan Pemerintah Kota Bandung ini, sebagai warga masyarakat yang beragama Islam penutupan tempat ini selain sebagai bentuk kebijakan pemerintah, tapi lebih dari itu tindakan ini dalam agama Islam sebagai upaya amar ma'ruf nahyi munkar dan ini merupakan kewajiban setiap orang Muslim. Tetapi, sebagai seorang Muslim yang sedang berusaha menjadi orang Muslim yang baik, tentunya ada hal lain yang mengganjal pikiran terkait dengan keputusan pemkot ini, sebagai berikut:

Pertama, seharusnya Pemkot Bandung menyiapkan berbagai macam program dan kebijakan terhadap eks-Saritem pascapenutupan, yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Bukan merumuskan langkah-langkah setelah dilakukan penutupan, yang sasaran utamanya yaitu sebagian (mungkin seluruh PSK) sudah meninggalkan Saritem sebelum penertiban dilakukan. Sementara yang tersisa hanya penduduk asli Saritem. Sedangkan para PSK yang sudah telanjur "pulang" bagaimana nasibnya?

Kedua, jika keputusan Pemkot Bandung dengan ditutupnya lokalisasi Saritem sebagai upaya pembersihan Kota Bandung dari praktik prostitusi, maka hal yang sama harus dilakukan Pemkot Bandung terhadap tempat-tempat yang disinyalir dijadikan ajang prostitusi yang selama ini luput dari pengawasan dan penertiban. Ataupun kalau dilakukan razia, itu hanya sebatas kegiatan rutin aparat tanpa tindakan yang lebih lanjut. Misalnya terhadap praktik prostitusi yang terdapat di hotel-hotel berbintang dan klub-klub malam yang tidak kalah jumlah pengunjung dan penghuninya, jika dibandingkan dengan jumlah penghuni dan pengunjung di Saritem.

Ketiga, para PSK eks-Saritem tidak semua pulang kampung halamannya masing-masing dan menjalani kehidupan yang layak seperti sebelum mereka menceburkan diri dalam lembah kehinaan (untuk kebanyakan orang), tetapi mereka mencari tempat lain yang bisa dijadikan sebagai ladang baru untuk mencari rezeki. Mereka ada yang ke Jakarta, Batam, bahkan di antaranya ada yang akan bertahan di Bandung, ("PR"/20/4). Ini membuktikan bahwa penutupan lokalisasi Saritem tidak mengakibatkan mereka jadi sadar dan mau mengubah dunia yang selama ini mereka jalani yang menurut kita itu adalah perbuatan hina. Menurut mereka (para PSK), sikap pemkot ini tidak lebih dari sekadar pengusiran dari lahan kerja mereka.

Tentunya kita berharap, penutupan Saritem bukan hanya sebatas mengusir mereka (PSK) untuk keluar dari Kota Bandung dan mencari lahan baru yang masih belum ditutup. Tetapi, dengan ditutupnya Saritem akan melahirkan efek kesadaran bagi para pelaku bisnis ini, bahwa kehidupan yang selama ini mereka jalankan telah melanggar berbagai aturan dan norma, baik norma hukum, kesusilaan, dan juga norma agama. Masalah ini juga bukan hanya menjadi tanggung jawab dan menjadi beban Pemkot Bandung saja, tetapi merupakan tanggung jawab seluruh komponen masyarakat yang peduli dengan kemanusiaan dan harkat martabat manusia yang selama ini kita junjung tinggi. Wallaah hu alam bisawab***

No comments: