Sekedar LPIK

My photo
Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) Bandung

Tuesday, April 21, 2009

Dendam Sejarah Bergulir dalam Peradaban Manusia

Topik: [SuaraHati] Dendam Sejarah Bergulir dalam Peradaban Manusia
Kepada: SuaraHati@yahoogrou ps.com
Tanggal: Selasa, 21 April, 2009, 12:26 AM

MEMBACA buku tentang pemikiran ekonomi Islam membuat saya menjadi tahu bahwa sejarah Islam kaya dengan khazanah ilmu-ilmu. Buku yang saya baca tersebut ditulis oleh Dr.Deliarnov Anwar, yang diberi judul “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam: dari Era Klasik hingga Modern dan Perbandingannya dengan Ekonomi Konvensional” . Buku yang ditulis oleh dosen program studi Ekonomi Islam Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Pekanbaru dan lulusan doktor ekonomi di Amerika Serikat, ini insya Allah akan diterbitkan Penerbit Salamadani Pustaka Semesta pada akhir April 2009.
Setelah dilihat-lihat, buku itu isinya berupa ulasan tentang pemikiran ekonomi Islam dan ada sedikit tentang ekonomi konvensional. Juga membahas tentang aturan-aturan pokok ekonomi yang berdasarkan pada sumber Islam (Al-Quran dan hadits) dan memberikan gambaran tentang karakteristik ekonomi Islam yang membedakannya dengan ekonomi konvensional. Selain itu, diulas juga hukum dan prinsip ekonomi Islam menurut para ulama (Klasik dan Modern) seperti Imam Ja´far Ash-Shadiq, Abu Hanifah, Malik bin Anas, Imam Asy-Syafi´i, Ahmad bin Hanbal Abu Yusuf, Asy-Syaibani, Abu Ubayd, Al-Mawardi, Al-Ghazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun, Al-Maqrizi, Zaid bin Zainal Abidin, Yahya bin Umar, Ibnu Miskawaih, Ibnu Hazm, Al-Juwaini, As-Sarakhsi, Dimashqi, Fakhruddin Ar-Razi, Ibnu Qudamah, Najmuddin Ar-Razi, Nasiruddin Ath-Thusi, Shah Waliullah Dihlawi, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, Hasan Al-Banna, Ziaul Haque, Sayyid Abul A´la Mawdudi, Sayyid Qutb, Muhammad Baqir Ash-Shadr, Fazlur Rahman, Ismail Razi Al-Faruqi, Khursid Ahmad, Muhammad Anas Zarqa, Nejatullah Siddiqi, Yusuf Qaradhawi, dan Umer Chapra.
Dalam buku ini, Deliarnov Anwar membagi sejarah pemikiran ekonomi Islam pada empat fase. Fase pertama, pemikiran-pemikiran ekonomi Islam baru pada tahap meletakkan dasar-dasar ekonomi Islam, dimulai sejak awal Islam hingga pertengahan abad ke-5 H/ 7-11 Masehi. Pada tahap ini pemikiran-pemikiran ekonomi Islam pada umumnya bukanlah dibahas oleh para ahli ekonomi, melainkan dirintis fuqaha, sufi, teolog, dan filsuf Muslim. Pemikiran ekonomi Islam pada tahap ini banyak ditemukan dalam kitab-kitab turats (peninggalan ulama). Dari turats itulah para intelektual Muslim maupun non-Muslim melakukan kajian, penelitian, analisis, dan kodifikasi pemikiran-pemikiran ekonomi Islam yang pernah ada atau dikaji pada masa itu. Pemikiran-pemikiran ekonomi yang terdapat dalam kitab tafsir, fiqih, tasawuf dan lainnya, adalah produk ijtihad sekaligus interpretasi mereka terhadap sumber Islam saat dihadapkan pada berbagai kegiatan-kegiatan ekonomi dan persoalan-persoalan ekonomi yang dihadapi masa itu. Fase kedua adalah “cemerlang”, berlangsung dari abad 11- 15. Pada masa ini para fuqaha, sufi, filsuf, dan teolog, mulai menyusun bagaimana seharusnya umat Islam melaksanakan berbagai aktivitas ekonomi. Tidak hanya merujuk pada Al-Quran dan tradisi kenabian, tapi juga mulai mengemukakan pendapat-pendapatny a sendiri. Fase ketiga adalah stagnasi, ditandai dengan kemunduran Dunia Islam dalam khazanah intelektual, sejak 1446 hingga munculnya pemikir Muhammad Iqbal pada 1932. Fase keempat adalah modern, ditandai dengan kebangkitan Dunia Islam dari stagnasi pemikiran selama lima abad sejak pertenghaan abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-20. Pada masa modern ini muncul pakar-pakar ekonomi Islam profesional. Jika pembahasan ekonomi sebelumnya dilakukan para fuqaha, teolog, filsuf, dan sufi, maka pada masa modern ini dikembangkan kalangan sarjana ekonomi atau cendekiawan Muslim, yang tidak sedikit mendapat pendidikan Barat.
Sebuah jejak perjalanan pemikiran ekonomi Islam. Sebuah kekayaan yang pantas kita banggakan dan hadirkan dengan kontekstualisasi dan pengembangan nalar sehingga relevan dengan zaman sekarang. Memang harus diakui bahwa pasca-tumbangnya Komunisme, Sosialisme, Liberalisme dan sistem ekonomi Kapitalisme yang menjadikan krisis global di negara-negara Barat dan yang berada di bawah naungannya, termasuk Indonesia, para ekonom Barat mencari “formula” yang kemampuan, kekuatan, dan kehebatannya melampaui sistem dan pemikiran yang sebelumnya. Mereka melihat pada Islam, khususnya pada khazanah pemikiran ekonomi yang dikemukakan para ulama dan cendekiawan Muslim. Tidak sedikit karya khazanah ekonomi Islam itu diadaptasi dan dikembangkan di negara-negara Barat sekarang ini. Bedanya dengan di negeri-negeri Islam adalah, ekonom Barat mengambil sistem dan konsepnya tanpa mengambil sisi spiritualitasnya. Mungkin, bisa diibaratkan bentuk tanpa isi. Namun, meski begitu geliatnya dalam mewujudkan sistem yang berdasarkan syari`ah sangat tampak dari beberapa perusahaan yang ada di Eropa, khususnya di Inggris sudah muncul perguruan tinggi yang mengajarkan Islamic finance dan di Jepang untuk kawasan Asia. Mengapa mesti ekonomi Islam yang menjadi solusi dalam membangun sistem perekonomian yang utuh dan paripurna?
Menurut Deliarnov, hal ini karena ekonomi Islam memiliki ciri atau karakteristik khusus, yang sangat berbeda dengan sistem dan konsep perekonomian lainnya. Ciri pertama adalah ekonomi Islam berlandaskan pada tauhid (Ilahiyah). Ciri kedua adalah mengutamakan keadilan.
Ciri ketiga adalah kemanusiaan, terutama dalam berbagi kepada yang kurang mampu secara finansial dan belum berdaya. Ciri keempat adalah menjunjung kebebasan, melepaskan manusia dari beban dan rantai yang membelenggunya karena Islam menjunjung kebebasan, berarti kreasi, inovasi dan improvisasi untuk hal-hal yang baik dan bermanfaat adalah keharusan. Ciri kelima adalah akhlak. Islam menghubungkan masalah mu`amalah dengan etika, seperti kejujuran, amanah, adil, ihsan, kebajikan, silaturrahim, dan kasih sayang. Semua itu harus tercermin dalam semua kegiatan ekonomi, mulai dari produksi, sirkulasi dan perdagangan hingga konsumsi.
Bagi saya, termasuk buku “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam: dari Era Klasik hingga Modern dan Perbandingannya dengan Ekonomi Konvensional” dan persoalan ekonomi Islam, merupakan sebuah bentuk terobosan (untuk tidak mengatakan latah) dan juga upaya untuk memosisikan diri di atas pentas dunia. Memang harus diakui bahwa peradaban dunia sekarang, khazanah dan wacananya masih dikuasai Barat. Lagi-lagi yang tidak saya temukan, termasuk dalam istilah disiplin yang menggunakan label Islam dibelakangnya adalah esensi, paling hanya ganti istilah dengan bahasa berbau Arab. Seperti persoalan riba, ternyata dilarang juga dalam Agama Yahudi. Hanya mereka, dalam interaksi dengan pihak luar agama dan kaumnya, sangat membolehkannya karena Yahudi memang licik, termasuk dalam urusan politik. Saya juga melihat ada kecenderungan pada para pemikir Islam sekarang, termasuk yang disebutkan di atas, bahwa sekarang ini eranya mencibir dan menuding bahwa ekonom Barat (baik itu aliran Klasik, Neo-Klasik, Kapitalisme, Fisikratisme, atau Neo-Liberalisme yang kini sedang sekarat): konsep dan teorinya adalah hasil "curian" dari khazanah Islam. Mungkin kita ingat bagaimana masa Perang Salib, atau masa kekuasaan Islam di Andalusia dan negeri Barat lainnya, banyak khazanah Islam yang diterjemahkan dan diklaim sebagai original "pemikiran" Barat hingga kini. Tampaknya sebuah dendam sejarah sedang bergulir dalam peradaban manusia. Semoga saja tidak terjadi.

AHMAD SAHIDIN, pekerja buku
>>>>>>Ingat, akhir April dan awal Mei buku “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam: dari Era Klasik hingga Modern dan Perbandingannya dengan Ekonomi Konvensional” beredar di toko buku ternama.
……………….

2009/4/21
Abdul Hadi WM wrote:
Ass wr wb.
Sudah berulang kali saya sampaikan kepada rekan-rekan yang gemar menyangsikan, bahkan menafikan kekayaan khazanah intelektual Islam (termasuk kesusastraan, pemikiran sosial, ekonomi, kebudayaan dan politiknya), agar bersedia meneliti dulu pustaka pemikiran Islam sebelum memperdebatkan atau meragukan kekayaan khazanah intelektual Islam. Selain buku-buku Islam yang klasik dari Dunia Arab dan Persia (saya sengaja tak menggunakan istilah Timur Tengah yang sering dikaitkan hanya dengan Arab Saudi dan negeri-negeri di sekitarnya) juga tidak sedikit karya klasik dari anak-benua Indo-Pakistan dan Nusantara yang berharga untuk dibaca dan diteliti. Karya-karya modern yang harus dibaca termasuk karya Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, Murtadha Muttahari, Muhammad Natsir, Muhammad Hatta, Ali Syariati, Mahbub al-Haqq, Ayatullah Khomeini, dan masih banyak yang lain yang relatif bersih dari bercak-bercak pemikiran orientalis.
Tutuplah dulu selama tiga empat tahun buku-buku karangan sarjana Barat tentang Islam, atau mereka yang sinis terhadap Islam, buka lebar-lebar dan simak halaman-halaman buku karya cendekiawan Muslim dalam berbagai lapangan. Baru berdebat tentang Politik Islam, Ekonomi Islam, kedudukan pentingh Syariat, Tasawuf, Filsafat Islam, dan lain sebagainya.
Salam.

Abdul Hadi WM
……………….



Topik: Re: Bls: [SuaraHati] Dendam Sejarah Bergulir dalam Peradaban Manusia
Kepada: SuaraHati@yahoogroups.com
Tanggal: Selasa, 21 April, 2009, 2:10 AM

Saya setuju dengan ususlan Profesor. Hanya saja, jika kita terlalu fokus dalam kajian yang berasal dari khzanah kita sendiri tanpa diringi dengan wawasan dari luar kita, saya menyangsikan bisa umat yang terbaik. Jangan2 kita nanti megalomania (jangan sampai ah!). Khazanah luar kita (baca:Barat atau yang terpercik pemikiran Barat) wajib kita baca sebagai pembanding.

Ahsa
……………….

Abdul Hadi WM to SuaraHati :

Saya kan mengatakan tutup dulu sementara waktu, karena kita sebenarnya telah cukup banyak mempelajari khazanah di luar tradisi intelektual Islam. Sedangkan dari khazanah intelektual Islam, sangat sedikit yang kita pelajari. Itupun hanya permukaan saja. Setidak-tidaknya pengalman saya menunjukkan bahwa bilamana hal itu dilakukan akan banyak manfaatnya, tahu benar kekurangan pemikiran Barat dan kelebihannya, begitu pula akan tahu kelebihan pemikiran Islam serta kekurangannya. Selanjutnya kita baca kembali pemikiran Bara, kita analisis menggunakan metode komparatif dan historis. Pada saat yang sama kita gunakan tehnik pemahaman hermeneutik dalam menafsirkan pemikiran dari tradisi Islam serta menyimpulkan relevansinya. Memang, ini bukan pekerjaan ringan. Saya sendiri pada mulanya mempelajari banyak filsafat dan kesusastraan Barat, sedikit khazanah sastra dan filsafat Timur, kemudian pindah mempelajari khazanah sastra dan intelektual Islam.
Sekian. Jika tak setuju tidak apa-apa. Biar saya sendiri saja yang menikmati manfaatnya.

Abdul Hadi WM

……………….
Abdillah Toha to SuaraHati:

Dari sedikit buku yang pernah saya baca tentang ekonomi Islam, sebenarnya yang dibahas adalah ekonomi politik Islam (Political Economy), bukan teori ekonomi (Economics). Teori ekonomi membahas behaviour (peri laku) orang, masyarakat, pasar dan sebagainya ketika bereaksi terhadap stimulus tertentu, seperti teori marginal utility, teori demand and supply, interest rate, money supply dan lain-lain. Sedangkan political economy lebih membahas apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah atau komunitas untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu seperti growth, pemerataan dsb. Islam mungkin bisa juga mengembangkan teori ekonomi dengan mengambil dasar-dasar ayat alQur'an dan hadist tentang perilaku manusia seperti bahwa manusia itu pada dasarnya bodoh (tidak rasional), tergesa-gesa, tidak sabar dsb. Saya ingin bertanya apakah Islam juga mengembangkan ilmu teori ekonomi juga, dan kalau ada saya ingin tahu buku apa yang harus saya baca.

AT

……………….
Ahsa to SuaraHati :

Betul, yang saya baca dari buku “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam: dari Era Klasik hingga Modern dan Perbandingannya dengan Ekonomi Konvensional” (Penerbit Salamadani, 2009) karya Dr.Deliarnov Anwar, bahwa pemikir-pemikir Muslim, khususnya fuqaha, lebih banyak memberikan landasan etika dalam berpolitik maupun mu`amalah. Konsep atau teorinya yang tampak hanyalah tafsir dari ayat2 atau sunnah Nabi saw yang dianggapnya masuk dalam perilaku mu`amalah Muslim. Namun, dalam sejarah Islam pula tidak dipungkiri bahwa "teori" ekonomi sendiri sedikitnya bisa kita lacak dari sosok ilmuwan muslim seperti Ibnu Khaldun, Imam Ja´far Ash-Shadiq, Abu Hanifah, Malik bin Anas, Imam Asy-Syafi´i, Ahmad bin Hanbal Abu Yusuf, Asy-Syaibani, Abu Ubayd, Al-Mawardi, Al-Ghazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun, Al-Maqrizi, Zaid bin Zainal Abidin, Yahya bin Umar, Ibnu Miskawaih, Ibnu Hazm, Al-Juwaini, As-Sarakhsi, Dimashqi, Fakhruddin Ar-Razi, Ibnu Qudamah, Najmuddin Ar-Razi, Nasiruddin Ath-Thusi, Shah Waliullah Dihlawi, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, Hasan Al-Banna, Ziaul Haque, Sayyid Abul A´la Mawdudi, Sayyid Qutb, Muhammad Baqir Ash-Shadr, Fazlur Rahman, Ismail Razi Al-Faruqi, Khursid Ahmad, Muhammad Anas Zarqa, Nejatullah Siddiqi, Yusuf Qaradhawi, dan Umer Chapra. Yang disebut belakangan, sedikitnya telah membuka ke arah pembentukan ekonomi Islam. Mungkin sebaiknya Pak Abdillah menunggu hadirnya buku “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam: dari Era Klasik hingga Modern dan Perbandingannya dengan Ekonomi Konvensional” (Penerbit Salamadani, 2009). Kemudian didiskusikan kembali dalam forum ini. Atau jika ada yang mempunyai kafa`ah di bidang ini, kita persilahkan membongkarnya.

Ahsa

No comments: