Sekedar LPIK

My photo
Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) Bandung

Wednesday, March 31, 2010

Publik


UIN dan Intelektual Publik
Oleh AFIF MUHAMMAD

Awalnya tulisan ini merupakan respons dari tulisan seorang alumni UIN Sunan Gunung Djati Bandung, yang berbagi pengalamannya tentang dunia kepenulisan dalam milis yang saya ikuti.

Saya merasa senang sekali membaca pengalamannya. Saya rasa memang seperti itulah yang mesti dilakukan seseorang ketika ingin menjadi penulis. Pada masa sekarang ini, ketika jumlah media cetak demikian melimpah, sebenarnya kesempatan untuk menjadi penulis sangat terbuka lebar. Ini agak berbeda dari zaman ketika saya masih mahasiswa, bahkan ketika sudah menjadi dosen muda. Saat itu jumlah media cetak, baik koran maupun majalah, sangat terbatas. Karena itu "menembusnya" juga relatif sulit. Sesudah mengirim puluhan artikel yang kemudian ditolak dan di-"retour" tulisan pertama saya muncul pertama kali di Pikiran Rakyat Bandung pada 1983. Tulisan itu saya baca puluhan kali, dan perasaan saya melambung-lambung tak keruan. Senang bukan main.

Saya yakin Anda pasti setuju dengan saya bahwa tulisan pertama itu merupakan "kunci sakti" bagi tulisan-tulisan kita selanjutnya. Sejak itu tulisan saya diberbagai koran muncul susul-menyusul. Kini kalau dikumpul-kumpulan, rasanya lebih dari 250 buah.

Ketika menulis suatu artikel, baik untuk koran maupun jurnal, saya tidak dapat menyelesaikannya sekaligus. Memang pada kali-kali tertentu saya dapat menyelesaikan sebuah artikel untuk koran dalam dua-tiga hari. Tetapi itu sangat jarang terjadi. Lazimnya baru selesai 5 hari sampai seminggu.

Trik yang saya pakai biasanya berbentuk semacam skema. Dalam skema itu saya buat point-point yang akan saya tulis. Kadang-kadang satu point selesai, lalu macet. Jika itu terjadi, saya berhenti, dan baru saya lanjutkan sesudah sore atau malam harinya. Sesudah point-point itu terisi penuh, tulisan itu saya edit. Tidak segera saya kirim, tetapi saya tunggu sehari-dua hari kalau-kalau masih ada gagasan saya yang tersisa. Kalau saya merasa sudah tidak ada lagi yang nakal muncul untuk tulisan itu, baru saya mengirimnya.

Imbalan bagi sebuah tulisan yang dimuat di koran pada masa lalu tidak seperti sekarang. Kecil, sehingga kurang merangsang. Sekarang sudah jauh lebih baik, sehingga memungkinkan Anda menjadikannya sebagai profesi.

Saya juga sering berbincang dengan orang-orang yang ahli dalam dunia kepenulisan. Dari obrolan itu muncul sebuah hipotesa bahwa otak kita akan tidak baik jika terus-menerus diisi tanpa ada yang dikeluarkan. Menulis dan juga diskusi, adalah cara mengeluarkan isi otak kita, agar tidak melilit. Dengan begitu, membaca dan menulis menjadi dua aktivitas yang saling mengisi, sehingga bisa berjalan seimbang.

Bagi saya, menulis sekarang ini bukan saja merupakan suatu kebutuhan, baik sebagai hobi maupun profesi, tetapi sudah menjadi semacam seni. Di sini yang saya nikmati bukan honornya, tetapi kepuasan batin. Lebih dari itu, sebagai seorang Muslim, saya menaruh harapan pada "nilai lebihnya". Yakni, jika tulisan saya dibaca orang, lalu ada di antara pembaca tulisan itu yang mendapat manfaat dari tulisan saya (apalagi sampai mengamalkannya), bukankah kita memperoleh banyak pahala? Inilah kenikmatan tulis menulis sebagai aktivitas intelektual.

Dalam milis itu diskusi berkembang ke persoalan intelektual publik. Seorang alumni UIN Bandung itu, yang menjadi teman diskusi saya, menyatakan bahwa menulis itu sebuah aktivitas intelektual dan penulisnya bisa disebut intelektual publik. Ia merujuk bagaimana cendekiawan Muslim Iran, Ali Syariati dan Murtadha Muthahhari, dengan kontribusi intelektualnya berhasil mendorong masyarakat Iran bergerak meruntuhkan rezim tiran Reza Pahlevi hingga berbuah revolusi Islam Iran. Tentu saja di sana ada peran kaum ulama (mullah), khususnya Ayatullah Ruhullah Khomeini.

Apabila melihat sepak terjang kaum intelektual dan ulama di Iran, tentu keberhasilannya itu diawali dengan perjuangan mental, intelektual, dan spiritual yang luar biasa. Sehingga menjadi intelektual publik itu bukan perkara mudah.

Menjadi intelektual publik membutuhkan kepekaan sosial yang tinggi, dan itu harus diasah sejak kecil, atau setidaknya ketika masih muda. Untuk menjadi manusia seperti itu, butuh idealisme yang kuat. Itu yang saya lihat kurang ada dalam diri civitas akademia UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Memang ada satu-dua orang yang sudah terlihat kontribusinya dalam menyumbangkan pemikirannya kepada publik dalam bentuk tulisan di media massa. Tapi apabila dibandingkan dengan jumlah civitas akademika yang ada, sangat jauh. Harusnya tidak kurang dari yang biasanya muncul di media-media massa dan membantu masyarakat dengan proyek “pencerahan” di masyarakatnya.

Jika ditanya mengapa itu terjadi? Mungkin pada dasarnya mereka, sejak awal, memang bukan orang-orang yang memiliki idealisme yang cukup, sehingga bisa menjadi orang-orang yang peka dan responsif terhadap isu-isu yang berkembang di tengah masyarakat. Agaknya, itu berakar pada sistem rekruitmen yang buruk, sehingga yang mengisi kampus sebagian besar bukan orang-orang pilihan. Akibat lanjutnya bisa kita duga sendiri. Yakni, kultur yang berkembang di kampus bukan kultur akademik, melainkan kultur pragmatisme-materilistik. Ini bahkan sudah menjadi pola dan budaya kita. Naik pangkat, tambah penghasilan, punya mobil dan rumah besar. Kira-kira itulah yang ada dalam pikiran sebagian besar masyarakat kampus kita. Tidak semuanya memang, tapi banyak yang seperti itu.

Saya pernah mengatakan bahwa, dalam kultur seperti itu orang-orang baik pun bisa tertular virusnya, karena ia nyaris menjadi sistem yang punya kekuatan memaksa. Jadi, kalau pun masih ada satu-dua orang yang mau bergerak di ranah intelektual dan sosial kemasyarakatan, itu karena ia menyadari tentang perannya. Mereka yang sadar itu bukan karena dibentuk oleh lingkungan dan kultur kampus, melainkan karena perjuangan individual mereka.

Karenanya, harus ada perubahan radikal, dan itu harus dimulai dari dalam diri kita. Perubahan struktural-kelembagaan tidak banyak artinya jika tidak disertai perubahan mental. Itu yang membuat saya selalu pesimis, tak terkecuali ketika gaji para guru dan dosen dilipatgandakan. Lihatlah, bukankah dari waktu ke waktu jumlah Profesor, Doktor dan Magister terus bertambah? Tetapi, adakah peningkatan kuantitas itu berbanding lurus dengan peningkatan kualitas? Saya yakin, saya sudah tahu jawaban Anda.

Prof Dr.H.Afif Muhammad,M.A,
Direktur Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Naskah ini ditulis ulang seadanya oleh AHMAD SAHIDIN dari diskusi di milis http://groups.yahoo.com/group/ikhwan-al-shafa/

Tuesday, March 30, 2010

Alam

Melayani Bencana Alam dengan Iman
Oleh IU RUSLIANA

Pikiran Rakyat (PR), pernah memberitakan tentang 21 Kabupaten di Jawa Barat berpotensi longsor, Jumat (5/2). Selain itu, bencana banjir masih dan terus terjadi di beberapa daerah. Korban jiwa pun terus berjatuhan.

Secara ekonomi dan sosial, kerugian terus bertambah. Belum lagi jika bicara kesehatan baik dampak langsung banjir (dengan mewabahnya berbagai penyakit) dan terganggunya infrastruktur akibat longsor.

Apakah fenomena tahunan ini belum juga membuat kita menginsyafi, bahwa banyak sekali tindakan konyol dan keliru yang telah dilakukan terhadap alam ini? Bahwa pembangunan yang dilakukan atasnama kemajuan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, ketika dilakukan tanpa mengindahkan keserasian lingkungan, telah menyimpan bom waktu dan kini saban tahun kita merasakannya.

Bukankah proyek rehabilitasi hutan dananya cukup besar. Namun ironisnya seperti tak berdampak dan tak jelas juntrungannya, kemana dan dimana reboisasi itu dilakukan.

Berbagai kritik dan wacana soal kebijakan pembangunan yang tidak peduli lingkungan sudah banyak dibicarakan. Namun ada sisi lain yang barangkali belum banyak yang mendiskusikan, yaitu dari sisi keimanan, agama apapun itu.

Sebagai manusia beragama, ada baiknya kembali mengingatkan diri, bahwa ada perilaku yang sesungguhnya bertentangan dengan nilai keagamaan. Sederhana kelihatannya, seperti membuang sampah sembarangan dan yang lainnya.

Dari bencana alam yang terjadi saban tahun, harusnya ada sikap teologis yang dibangun, dibudayakan dan diinternalisasikan dalam setiap kita, sebagai manusia beriman.

Teologi Lingkungan

Dalam beragama, nilai agama harus menjadi sandaran nilai dalam bertindak. Dengan demikian, seluruh tindakan manusia seyogyanya disandarkan kepada nilai agama, karena jika tidak dilakukan, merupakan dosa.

Banjir dan longsor adalah fenomena alam, yang harus diakui pula, cukup besar peran manusia menyebabkannya. Jika dikaitkan dengan agama, bagaimana agama memahami bencana alam tersebut?

Secara historis, bencana banjir dan longsor terkait dengan perilaku manusia yang telah sewenang wenang dan menjadikan dosa sebagai keseharian. Durhaka menjadikan manusia lupa. Akibat dari itu, Tuhan menurunkan azabnya seperti itu terjadi kepada umat nabi Nuh As.

Lebih lanjut, dalam Islam, lingkungan baik itu sosial maupun lingkungan alam merupakan satu kesatuan karena sama-sama merupakan ciptaan Allah Swt. Merusak lingkungan adalah perbuatan dosa.

Secara sederhana, beriman yang utuh bukan hanya dengan melakukan ibadah ritual seperti shalat, puasa dan yang lainnya. Beriman yang utuh juga dicerminkan dengan perilaku menjaga lingkungan alam dari kerusakan. Ini lah inti dasar prinsip teologi lingkungan.

Dalam Islam, merusak alam sangat tidak disukai Allah Swt. Dalam berbagai ayat al-Quran, Allah Swt telah diberikan berbagai peringatan. Misalnya dalam al-Qur’an surat Ar-Ruum (31): 41 yang menyatakan: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Pada surat lainnya, Allah memperingatkan, bahwa yang membuat kerusakan adalah yang melampaui batas. Misalnya dalam Asy-Syu`araa` (26): 152 yang menyatakan: “Dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati batas.”
Ayat berikutnya menyatakan yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan. Sesungguhnya, bukan hanya Islam yang mengajarkan kewajiban menjaga alam, agama lainpun demikian adanya.

Apa yang diperintahkan al-Qur’an untuk memanfaatkan, menjaga dan melindungi alam dari kerusakan itu lah yang disebut teologi lingkungan Islam. Teologi lingkungan diharapkan melahirkan sikap arif kepada alam (kearifan kosmologis). Ada beberapa prinsip teologi lingkungan.

Pertama, iman sejatinya adalah dibuktikan dengan upaya melindungi alam dari berbagai kerusakan. Iman dalam Islam, termasuk di dalamnya membuang duri di jalan. Artinya, jangan pernah merusak alam karena itu sama dengan sikap kafir (pembangkangan).

Kedua, bukan alam yang menyesuaikan dengan kehendak manusia, tapi manusia lah yang harus menyesuaikan dirinya dengan alam. Alam diciptakan oleh Tuhan dengan prinsip kausalitas, qadha dan qodarnya. Alam diciptakan Tuhan berikut potensinya.

Jika memperhatikan prinsip awal teologi lingkungan, tidak ada istilah pembangunan pemukiman dan kota yang memberikan potensi banjir. Sistem pengairan suatu pembangunan harus diatur dengan sangat baik. Daerah serapan air harus dijaga jangan sampai menjadi perumahan atau dijadikan villa. Demikian juga, sampah harus dikelola dengan baik sehingga tidak menyumbat selokan atau gorong-gorong jalan.

Ketiga, alam tidak pernah menghancurkan manusia, tapi manusialah yang merusak alam. Karena itu, sebaiknya dikembangkan sikap peduli terhadap alam di seluruh lapisan masyarakat.

Keempat, dalam konsep teologi lingkungan, alam, tumbuhan, hewan, dan manusia harus harmonis dalam satu kesatuan. Sebagai sebuah siklus kehidupan, semuanya pada hakikatnya tetap. Namun, berbagai pengrusakan alam, pembunuhan hewan, perusakan sumber daya alam membuat terjadinya ketidakseimbangan kosmos. Menggunakan teori efek kupu-kupu, alam ini adalah satu kesatuan tak terpisahkan. Membunuh seekor ulat di belah bumi barat, akan merusak ekosistem belahan bumi lain.

Kini, bukan hanya soal kita, tapi generasi anak cucu ke depan. Haruskah kita mewariskan kerusakan akibat bencana alam yang saban tahun datang? Marilah bersama bertindak mengantisipasi bencana dan membangun budaya yang peduli lingkungan. Ini bukan sekedar dosa. Jangan sampai tangis sedih terus mewarnai hidup kita.


Bikkhu

Pelajaran dari Bikkhu
Oleh AMIN R ISKANDAR

Diceritakan di negeri Buddha. Ada seorang Bikkhu dan puluhan murid di bawah asuhannya, hidup di Vihara yang jauh dari keramaian masyarakat. Suatu hari, sang Bikkhu mengajari muridnya tentang Darma, yang bukan Darma L. Wirayuda. Dalam ajarannya, Bikkhu mengatakan:

“Wahai murid-muridku, hidup di dunia ini hanya sekali, maka buatlah menjadi berarti dengan amal bakti yang mulia. Tanggalkan segala urusan duniawi, jauhi perbuatan judi, hindari godaan wanita, jangan tergoda dengan gelimang harta, untuk apa juga tahta. Semua hanya kebahagiaan semu yang fana, tak abadi dan hanya menghalangi jalan mulus menuju alam Dewa. Itu lah inti Darma yang bukan Darma L. Wirayuda, sejatinya kita mesti menjunjung tinggi.”

Anak

Anak-anak yang Betah Main di Internet
Oleh BADRU TAMAM MIFKA

Dewasa ini anak SD kelas 4 pun bisa dengan mudah mengakses internet. Ck ck ck, anak zaman sekarang…
Ya, tadi siang, saya didatangi si Alif yang merengek ingin main internet, katanya mau cari-cari gambar Naruto. Dia masih sekolah SD. Wah, sudah pandai browsing sendiri, tanpa bantuanku.

Di satu sisi saya senang, anak sekecil itu sudah mengenal dan akrab kecanggihan tekhnologi, sehingga mereka juga bisa mendapat hiburan atau lebih mudah mencari bahan-bahan untuk memperlancar proses belajarnya; tapi di sisi lain, saya khawatir, ia bisa saja tak sengaja membuka dan menemukan situs atau gambar-gambar yang tak boleh di lihat anak-anak.

Neraka


Apa Itu Neraka
Oleh YOGI SUPRIADI

Apa yang dimaksud dengan neraka?
Hidup di dunia memang nikmat...ya sekali lagi aku bilang nikmaaattttt.......Jelas..!!!
Namun tidak bagi sebagian orang ada yang menyebut ”hidup adalah kutukan”,hidup adalah keterasingan,dan banyak pula yang berbicara tentang hidup,hingga menghardik hidupnya sendiri.

Orang terkadang banyak yang menganggap jika hidup ini adalah kutukan karena mereka mengalami kegagalan dalam realitas kehidupan,dan banyak pula yang mengagap jika hidup ini adalah anugrah karena mereka ber asumsi jika kita ke dunia tidak lain dan tidak bukan adalah masalah,jadi masalah itu adalah sebagian dari hidup.
Janganlah kalian sekali –kali mengagap jika hidup adalah masalah.....
Sudahlah ...berhenti kita omongin masalah hidup,karena hidup tidak lain dan tidak bukan adalah bernafas,karena kalo tidak bernafas saya tidak bisa menjamin......

Dalam hal ini kita akan membicarakan tentang apa itu neraka?..lihat hadist di bawah ini!
“Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang zalim”.(QS.Ali Imraan (3):151).
Rasulullah bersabda : ” Seringan-ringan siksaan penghuni neraka adalah : Apabila seseorang yang memakai terompah dari bara api sehingga menyebabkan otaknya mendidih.( HR Bukhari – Muslim).

Neraka menurut sebagian orang adalah sesuatu yang menyeramkan,menyakitkan,dan membuat banyak orang yang beragama takut hingga mereka berani memeluk agama.
dalam beberapa agama neraka di gambarkan sebagai berikut:
Agama Kristen — Neraka dalam versi ajaran agama Kristen adalah di mana tubuh pendosa akan dibakar selama-lamanya dalam api abadi yang takkan pernah padam.

Agama Islam — Ditulis, manusia kelak harus melewati sebuah jembatan kecil bila ingin menuju surga. Kalau tidak berhasil, dia akan terjatuh dan masuk ke api neraka Jahannam.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” — At-Tahrim [66]:6
Agama Hindu — Pada akhirnya setiap manusia akan mengalami reinkarnasi; dia akan kembali hidup di bumi tetapi dalam wujuh tubuh manusia lain atau hewan. Sebelum
reinkarnasi, manusia harus lebih dulu melewati hukuman neraka dari 21 macam jenisnya.(silahkan telusuri atau cari sendiri di buku,karena saya sangat kecapean dan keterbatasan catatan dari face booknya dalam menampung tulisan)
Agama Buddha — Mempunyai 15 jenis neraka, dan tujuh diantaranya adalah neraka api
Agama Taoisme — Percaya bahwa neraka sebenarnya ada di dalam kuil itu sendiri, tapi di sana ada iblis-iblis yang siap menerkam para manusia pendosa dengan senjata tajam.
Agama Judaisme — Yahudi Ortodox percaya di neraka kelak tubuh manusia pendosa akan direbus atau dikuliti.

Itulah dia selintas tentang gambaran dari setiap agama dalam menafsirkan neraka.
ya…tergantung pada kita sendiri,apakah kita yakin akan hal itu atau tidak?
Jika memang benar adanya agama dalam hal ini bertanggung jawab atas kenistaan manusia namun berbedahalnya dengan Tuhan yang mereka panut,seolah –olah tuhan itu maha tega dan maha penyiksa.
Tuhan maha penyiksa bagi mereka yang menistakan tuhan,dan tuhan maha penyayang bagi mereka yang menjalani dan percaya tuhan.
Berarti tuhan itu pilih kasih,bagai mana jika manusia itu ketika di lahirkan di tempat yang memang tidak mengenal tuhan apakah mereka juga akan terkena siksa?
Ya…mungkin anda juga punya jawaban masing –masing tentang hal itu.
Neraka selalu di pandang sebagai hal yang menyakitkan,terlalu jauh jika kita melihat neraka yang belum pernah kita lalui.
Neraka disini adalah jika dalam kehidupan ada sesuatu yang menyakitkan apakah itu bisa di sebut neraka?
Neraka kata ini menjadikan setiap agama banyak yang menganut,hingga mereka berani berkorban,tidak hanya materi,bahkan nyawa pun mereka sanggup untuk mengorbankan untuk menjauhi apa yang disebut dengan neraka.
Ini adalah suatu cerita dimana neraka tidak lagi di pandang sebagai hal yang menakutkan namun justru dipandang sebagi hal yang mengasyikan untuk kita ketahui.
Berawal dari nikmatnya dunia saya mencoba mengambarkan yang disebut dengan neraka itu seperti apa?dan teryata neraka yang dimasksud oleh sebagian khalayak umum jika neraka itu ketika kita jatuh sakit itulah neraka kita namun itu tidak selalu diartikan sebagai neraka di atas.
Banyak orang ketika mengalami atau mendatangi orang sakit lalu si orang itu hingga meninggal,dia ber’doa “semoga sakitnya jadi penebus segala dosanya”.


mungkin jurnal ini kan berlanjut,maka saya harap teman teman atau semua kerabat bisa memberi masukan kepada saya hingga menjadi bahan referen saya dalam menerbitkan edisi selanjutnya,dengan segala keterbatasan saya mohon maaf apabila ada salah kata dan salah penulisan.

Filsafat

"Injak Aku dengan FILSAFAT....!!"
Oleh TIAN AF

Al kisah..

Bertutur tentang dahaga seorang manusia yang sama sekali binasa. Binasa karena tersumpal dogma, terlambat akal bekerja, buta berfikir atas realita.

--------

Bedug shubuh mengetuk tulang sanggurdinya dan berkata.. ; “sadarlah!”. Manusia ini diperkenalkan sebagai “dia” yang turun dari singgasana mimpinya. Terasa ada yang lain. Sedikit berbeda. Terlalu beda. Berat.. lagi dingin merajam iga. Mungkin, tangisan awan tadi malam menuliskan angin di nadinya.
Sepi kamar menemani ia terjaga. Di sampingnya tampak semangkuk bubur tanpa kacang dan satu strip permen pait. Keduanya seolah berdendang menikmati merdunya Doel soembang nuansa pedasaan dari hometeatre tetangganya.

Jibril


Pembangkangan Jibril
Oleh TEDI TAUFIQ RAHMAN

Previously…

Di Arsy, Godot yang kesibukan penciptaannya telah disudahi sering menghabiskan waktunya dengan duduk-duduk sembari menyaksikan hasil kreasinya. Melamun. Terkadang menerawang ke bumi. Melihat apa yang dilakukan anak cucuk adam.

“tuanku…” Jibril memecah kesunyian.
“ada apa,”
“beberapa saat ke belakang hamba ziarah ke bumi, maaf kan atas kelancangan hamba tidak memberi tuanku terlebih dahulu, tapi …” Jibril menahan bicaranya.
Godot mengetahui bukan itu inti dari percakapannya kemudian berkata “…teruskan jibril, apa sebenarnya yang hendak kau katakan?”
“hamba bertemu dengan iblis… “
“ah… bagaimana keadaannya,”
“entahlah… tetapi hamba melihat perbedaan dalam matanya”
“apa maksudmu?”
“saat hamba bertemu dengannya, dia seolah mengendap penyesalan sungguh dan kesendirian yang penuh… dia, ” Jibril tak melanjutkan bicaranya. Seolah-olah ada keraguan pada kesimpulannya.
Godot menatap mata Jibril dengan tajam.
“dia menitikkan air mata.., baginda” mendengar perkataan Jibril ini Godot terdiam.

. . . .

Beberapa saat kemudian Dia bersabda ;
“perintahkan Izrail meniup terompetnya.”


Satu

Sesaat setelah mendengar intruksi Sang Maha, Jibril sesungguhnya sudah tak berkuasa, lemas lunglai tak berdaya. Karena mau tak mau, ia dan segenap semesta mesti menerima putusan Godot itu apa adanya tanpa cela. Bagi Godot, Jeda dari perintahnya berarti marabahaya. Tanya dari perintahnya berarti malapetaka! Ingatlah itu.

Jibril pun memaksa diri ngeloyor berjalan tersendat meninggalkan ruangan Godot, meski kakinya terasa berat sangat, sekali untuk melangkah pergi. Karena apa? Karena ada sesuatu yang mengusik batinnya. Apa itu? Sebuah spekulasi.

Maka tak ayal. Suasana di Kerajaan Awan pun mendadak sibuk. Bahkan kesibukan mereka melebihi ketika menciptakan makhluk baru yakni Adam. Hampir semua makhluk di Kerajaan Awan ini mendadak heri(baca; heboh sendiri, saya sebagai pengarang sengaja menyisipkan diksi ini. Alasannya sederhana, karena tiba-tiba ngelebat di kepala saya seorang teman bernama Heri. Hmmm, banyak juga teman saya yang bernama Heri; ada yang jangkung tapi hitam, Heri yang itu teman semasa SMP dulu. Tapi ada juga yang pendek tapi putih sekaligus penjilat hehe. Nah kalau yang putih itu teman kerja saya. Lantas Heri mana yang ngelebat ketika saya menceritakan kisah Pembangkangan Jibril ini? Bukan yang putih, bukan yang pendek juga tapi Heri tetangga saya yang pernah kehilangan jam tangannya ketika membeli martabak. Kok bisa? Iya, aneh juga ceritanya… Nanti saya ceritakan di lain kesempatan, untuk sekarang mari saya lanjutkan cerita ini dulu).


Dua

Yang paling lucu adalah Izrail—ketika dia mendengar intruksi ini dari Jibril yang bertugas sebagai Juru Bicara Kerajaan Awan—dia mendadak stress berat. Izrail terserang penyakit Shocki’nReuwas. Izrail mengira, dia akan di beritahu dulu sebelum-sebelumnya. Dalam jangka masa yang tidak singkat dan tiba-tiba, sehingga dia bisa mempersiapkan diri; melatih tiupannya. Ini adalah tugas baru yang, Izrail sendiri mengendus adanya kekeliruan.

“ini kesalahan besar” gumam Izrail pada suatu malam. Tapi Izrail tidak berani berkomentar.

Semua penduduk Kerajaan Awan kisruh, tidak pararuguh.

Di ruangannya Izrail blingsatan, berjalan kesana kemari tak keruan. Izrail bahkan tak bisa memicingkan matanya barang sedetik pun. Seperti seorang anak SD yang baru menghadapi THB. Setiap malam dia menghafal manual book Sang Sakala yang di pinjamnya dari Perpustakaan Umum Kerajaan Awan, lebarnya buku itu hampir menyamai samudera yang ada di dunia.

“sungguh, aku tidak bisa menguasai rumus-rumus terompet ini dalam sekejap mata” gerutu Izrail. Setelah beberapa masa Izrail menguat-nguatkan mental untuk mempelajari meniup terompet, akhirnya Izrail menyerah. Dia menghadap Jibril untuk mengadu dan mendapatkan solusi.

Izrail melesat terbang ke tempat Jibril.


Tiga

Di ruangan, Jibril terlihat termenung. Seperti halnya Izrail yang mengalami sHocki’nMetaFisica, Jibril juga sebenarnya mengalami hal yang sama. Hanya saja sHocki’nMetaFisica tiap makhluk berbeda-beda. Jibril kelihatan kalem, sekalipun batinnya gamang dan hancewang, menyikapi keputusan Godot yang mendadak itu.

“nampaknya ada yang salah Sobat pada perintah Paduka Godot itu” adu Izrail

“salahnya?” jawab Jibril tenang,

“ya, seharusnya Israfil bukan si guwe yang mestinya meniup terompet? Coba kakanda cek dulu buku besar Kepesonaliaan karyawan Kerajaan Awan, jabatan saya adalah Pencabut Nyawa, julukanku adalah Sang Maut bukan Peniup Terompet.”

“Mohon kakanda lihat dulu, bukan maksud adinda untuk mengelak dari perintah Paduka Godot, tapi kakanda sendiri yang bilang the right man in the right place, Apabila urusan itu diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat-saat kehancurannya”

“subhanallah, adinda… ” jawab Jibril bijak sekaligus bangga.

“baiklah, kakanda cek dulu…” Jibril masuk ke ruangan kerjanya. Tak begitu lama Jibril datang, sembari membawa buku yang dua kali lipat lebih besar dari manual book Sang Sakala.

“nampaknya yang adinda bicarakan itu benar adanya, biar nanti kakanda mencari masa yang tepat untuk membicarakannya sama Paduka Godot“

“tetapi… “jawab Izrail tidak sabar “kesalahan ini mesti segera di koreksi Mang. Hari itu kian mendekat sedang hanya segelintir saja yang tahu ”

“lha, apakah adinda Israfil sudah tahu perkara ini?” tandas Jibril

“o iya” jawab Izrail sembari menepuk dahinya, “seharusnya saya bicarakan dulu dengan Israfil, karena dialah yang in charge dalam perkara ini“

“begini saja…” simpul Jibril “adinda pergi dulu ke kediaman Israfil bicarakan sagala rupana, biar urusan dengan Paduka Godot, Mamang yang selesaikan. Serahkan saja ka Emang!”

“baiklah mang, Ayi pamit dulu”

Izrail pun melesat pergi ke kediaman israfil.

Cinta


Agama yang Cinta Lingkungan
Oleh PEDI AHMAD HAMBALI

Sering kita lihat dalam berita bahwa sudah banyak terjadi bencana alam. Bencana ini hampir sebagian besar diakibatkan oleh perbuatan manusia, karena manusia mengeksploitasi alam secara besar-besaran tanpa mempedulikan lingkungan sekitarnya.

Selain itu sebagian manusia juga hanya melihat alam sebagai objek atau benda yang diteliti saja sehingga mengakibatkan alam hanya jadi benda mati dan berada di luar manusia.

Pandangan modern seperti di atas sampai saat ini masih tetap ada dalam kehidupan kita, yaitu terjadi dikotomi antara manusia dengan alam. Dimana manusia menjadi subjek dan alam menjadi objek. Pandangan ini masih sangat tertanam dalam sebagian besar manusia saat ini karena doktrin yang diberikan di sekolah seperti yang disebutkan diatas masih terus diajarkan sejak sekolah dasar (SD) bahkan sampai perguruan tinggi. Dari pandangan tersebut lahirlah sains dan teknologi yang tidak menpedulikan alam sekitar. Bahkan lebih parah lagi dari perkembangan sains dan teknologi dapat kita lihat dalam sejarah bahwa ribuan orang meninggal ketika Hirosima dan Nagasaki di bom atom oleh tentara sekutu.

Bukan maksud membenci sains dan teknologi, tapi dalam hal ini bagaimana kita menanamkan paradigma bahwa dalam tradisi seperti itu akan menghasilkan dampak yang tidak baik karena manusia hanya melihat alam sebagai sesuatu yang ada di luar dirinya (dalam pemikiran). Oleh sebab itu harus ditanamkan paradigma bahwa alam adalah bagian dari manusia itu sendiri, dimana manusia harus mencintai alam karena kehidupan manusia tidak terlepas dari alam sekitarnya. Sains dan teknologi sangat diperlukan, tapi dalam hal ini sains dan teknologi digunakan untuk kepentingan manusia tanpa harus merusak alam. Seperti diungkapkan oleh Muhammad Iqbal seorang filosof muslim yang ketika itu menyadari bahwa dampak negative perkembangan ilmu dan teknologi, beliau menulis “kemanusiaan saat ini membutuhkan tiga hal, yaitu penafsiran spiritual atas alam raya, emansipasi spiritual atas individu, dan satu himpunan asas yang dianut secara universal yang akan menjelaskan evolusi masyarakat manusia atas dasar spiritual”. Apa yang diungkapkan itu adalah sebagian dari ajaran al-Qur’an menyangkut kehidupan manusia di alam raya ini (Quraish Shihab, 1995).

Banyak terjadi bencana sekarang ini seperti banjir longsor dan yang paling hangat di bicarakan seperti pemanasan global pada dasarnya adalah ekses dari perbuatan manusia. Kalau kita lihat ini semua karena manusia memperlakukan alam semaunya dia, seperti menebang pohon dan menggunduli hutan, ini otomatis akan menyebabkan terjadinya bencana karena hutan dan pohon adalah sumber pengubah karbondioksida (CO2) dan penghasil oksigen (O2). Ketika hutan dan pohon berkurang maka kadar CO2 akan meningkat dan akan menyebabkan rusaknya lapisan ozon, setelah itu akan menyebabkan pemanasan global.

Al-Quran sejak 14 abad yang lalu sudah memperingatkan kita akan semua itu, yaitu dengan turunnya surat ar-Rum ayat 41yang artinya “telah banyak kerusakan di darat dan di laut diakibatkan oleh tangan manusia”, dari ayat tersebut sudah jelas terlihat bahwa kita harus hati-hati dalam bertindak karena akan merusak alam. Dalam ajaran Islam juga ada suatu doktrin yang ditanamkan yaitu kita harus baik terhadap alam ini, karena alam adalah sebuah bukti dari adanya Tuhan. Dan alam tersebut merupakan titipan Tuhan yang harus dirawat, dijaga dan dimanfaatkan manusia sebaik mungkin karena manusia adalah khalifah di muka bumi ini. Dengan merawat, menjaga dan memanfaatkan alam dengan baik secara tidak langsug kita sudah beribadah kepada Allah.

Dari pemahaman agama diatas kita secara tidak langsung diperingatkan bahwa manusia harus baik terhadap alam ini, karena jika tidak alam yang merupakan bukti dari adanya Tuhan akan memberikan sesuatu yang tidak manusia harapkan, seperti banjir, tsunami, longsor dll. Bahkan dengan penemuan-penemuan seperti Masharu Emoto dengan mengatakan bahwa air itu hidup dan dapat merespon apa yang kita sampaikan, itu secara tidak langsung menuntut kita untuk baik terhadap alam ini karena sebagian besar planet yang kita huni ini bahan dasarnya adalah air. Selain itu pula sekarang sudah mulai di dengungkan teori butterfly effect yang menyatakan bahwa suatu tindakan kecil di bumi ini akan mempengaruhi alam begitu besar.

Berangkat dari pemahaman agama dan penemuan diatas, sudah selayaknya kita bersahabat dengan alam ini dan mampu mengambil hikmah dari semua bencana yang melanda negri ini.