Sekedar LPIK

My photo
Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) Bandung

Friday, January 23, 2009

Jihad

Mengkritisi Effektifitas Jihad Ke Palestina
Oleh ALINUR

Kirim berjihad ke Lapindo saja… tidak perlu jauh-jauh sampai Israel… ongkos mahal, kalo ke Lapindo jalan kaki saja bisa sampai… ngirit dana, berani ke Lapindo nggak?

Itulah kata-kata spontan teman saya ketika kami menonton televisi yang menyiarkan ramainya beberapa organisasi Islam di Indonesia membuka pendaftaran untuk berjihad ke Palestina.

Memangnya, tak lama setelah pasukan Israel menyerang Palestina secara brutal dan menimbulkan banyak korban jiwa diawal tahun baru hijriah, masyarakat Muslim Indonesia langsung bereaksi. Ada dua reaksi keras dari umat Islam Indonesia yang banyak menyita perhatian media massa baik itu televisi maupun koran ketika Israel memulai serangan. Pertama, adanya unjuk perasaan di hampir seluruh kota besar di Indonesia menentang agresi Israel ke Palestina tersebut. Mereka menuntut organisasi dunia Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dan juga Amerika untuk mengecam dan memaksa Israel menghentikan agresinya. Unjuk perasaan terbesar adalah yang dilakukan oleh simpatisan dan anggota Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang dihadiri lebih dari 200 ribu orang.

Anggota PKS unjuk perasaan di depan kedutaan Amerika Sarikat di Jakarta karena negeri Paman Sam itu dianggap mendukung serangan tersebut. Bahkan Amerika dengan tega memveto resolusi dewan keamanan PBB agar kedua hala mengadakan gencatan senjata (ceasefire).

Kedua, adanya pembukaan pendaftaran berjihad ke Palestina yang diorganisir oleh beberapa organisasi Islam seperti Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Majlis Mujahidin Indonesia (MMI). Kantor FPI di Jember dan Bandung misalkan didatangi ratusan orang yang siap menjadi relawan untuk dikirim ke Palestina. Begitu juga MMI mendaftar lebih dari 1000 orang dari berbagai kota seperti Solo, Surabaya, Jakarta, Yogyakarta dan Padang yang siap berjihad.

Tentu saja solidaritas yang dilakukan oleh PKS dan organisasi-organisasi Islam di Indonesia itu perlu dihargai dan dibanggakan. Ikatan emosional sebagai Muslim (brotherhood) tentunya telah mendorong mereka untuk merasakan penderitaan saudaranya di Palestina. Dalam sejarah Indonesia, negara-negara Timur Tengah termasuk Palestina adalah negara yang pertama-tama mengakui kemerdekaan nusantara pada tahun 1945. Artinya, situasi Palestina sekarang hampir sama dengan situasi Indonesia diawal kemerdekaan yang memerlukan dukungan di arena politik internasional. Maka wajar kalau rakyat Indonesia sangat prihatin dengan nasib rakyat Palestina sekarang.

Hanya saja, selain bangga atas solidaritas kemanusian mereka, ada hal yang perlu dikritisi dan dipertanyakan.

Dalam kasus unjuk perasaan PKS, banyak orang yang memuji bahwa PKS adalah satu-satunya partai politik di Indonesia yang berani terjun ke jalan mendukung Palestina. Padahal ada lebih dari empat puluh partai politik di Indonesia yang siap bertanding pada pilihan raya tahun ini. Tapi ada juga yang mengkritisi bahwa PKS hanya memanfaatkan situasi gejolak di Palestina untuk kepentingan politik menjelang pilihan raya.

Memang ratusan ribu anggota dan simpatisan PKS yang melakukan unjuk perasaan banyak yang membawa bendera PKS sambil mengangkat nomor urut PKS dalam pemilu yaitu nomor lapan (8). Komentar negatif bahwa PKS menggunakan isu Palestina untuk kepentingan kampen dibantah oleh presiden PKS Tifatul Sembiring. ”Itu tuduhan tidak benar! Kalau aksi PKS hanya saat ini sahaja, mungkin benar adanya. Tapi perhatikan konsistensi PKS! Ada pilihan raya atau tidak PKS tetap melakukan aksi solidaritas ke Palestina,” ujar Tifatul.

Tifatul kelihatannya benar karena sejak tahun 2006, PKS sering melakukan unjuk perasaan untuk mendukung Palestina dengan programnya ”One Man One Dollar to Save Palestina”. Dalam unjuk perasaan tahun ini, PKS mengklaim berhasil mengumpulkan uang sebesar 2 milyar rupiah dari para pendukungnya yang siap dikirim untuk membantu Palestina.

Sementara itu, pendaftaran jihad oleh berbagai organisasi Islam di Indonesia juga perlu dikritisi dan dipertanyakan effektifitasnya. Salah satunya adalah seperti komentar teman saya diawal tulisan ini yaitu bahwa sebaiknya para relawan yang siap berjihad ke Palestina itu perlu berpikir ulang.

Selain tentunya susah mendapatkan ijin dari pemerintah Indonesia dan Israel untuk berangkat ke Gaza, medan pertempuran di Gaza juga perlu diperhatikan oleh para relawan jihad. Janganlah keberangkatan ke Palestine seolah olah membiarkan diri untuk mati konyol karena tidak tahu medan dan tidak tahu cara berperang apalagi tanpa senjata.

Artinya, emosi sesaat ingin membantu sesama saudara Muslim di Palestina tanpa perhitungan yang matang adalah kurang baik. Karenanya, setiap solidaritas kemanusiaan baik itu yang dilakukan oleh PKS ataupun organisasi-organisasi Islam seperti HTI, FPI dan MMI perlu dilakukan secara proporsional dan profesional.

Artinya, kalau PKS peduli dengan masyarakat Palestina yang jauh di Timur Tengah sehingga bisa mengumpulkan uang miliyaran rupiah, PKS juga harus mampu ikut berpartisipasi mengumpulkan dana untuk membantu masyarakat miskin di Indonesia yang ada dalam kesulitan. Kalau alasannya adalah persaudaraan (brotherhood), bukankah persaudaraan sesama warga Indonesia yang jaraknya lebih dekat jauh lebih penting.

Akan lebih terasa manfaatnya kalau PKS bisa membantu saudara-saudara sebangsa yang ada di Sidoarjo yang sampai sekarang masih belum bisa keluar dari kesulitan karena musibah lumpur.

Beranikah PKS unjuk perasaan besar-besaran seperti ditunjukan ketika demo Palestina untuk mendesak pemerintah agar segera menyelesaikan kasus lumpur Lapindo yang berlarut-larut?

Begitu juga semangat berkorban untuk berjihad para sukarelawan (volunteers) dari FPI, HTI dan MMI. Beranikah para relawan itu berjihad di Indonesia dalam bentuk lain seperti ikhlas mengajar tanpa bayaran anak-anak jalanan dan anak miskin yang tidak bisa belajar di bangku sekolah karena tidak mampu membayar iuran? Bukankah mencari dan menyebarkan ilmu pengetahuan kepada mereka yang membutuhkan merupakan bagian dari jihad juga?

Ketika masyarakat Muslim Indonesia dengan suka rela berlomba-lomba mengumpulkan uang sumbangan untuk mengirim obat-obatan ke Palestina, beranikah mereka dengan suka rela mengumpulkan uang untuk membantu sesama warga Indonesia yang miskin, kekurangan gizi, sakit-sakitan dan tidak mampu berobat karena tak ada biaya. Artinya, selain peka terhadap penderitaan saudara Muslim di Palestina, masyarakat yang siap berjihad ke Gaza itu juga harus peka terhadap penderitaan sesama warga Indonesia di tanah air.

Tentunya bukan berarti solidaritas terhadap Palestina yang ditunjukkan oleh PKS dan organisasi-organisasi itu tidak berguna. Hanya saja, mereka juga perlu merenung sejauhmana pengorbanan mereka akan effektif membantu rakyat Palestina. Solidaritas dan semangat untuk membantu rakyat Palestina juga harus ditunjukan dalam membantu sesama warga Indonesia. Janganlah ada kesan bahwa mereka lebih peduli kepada penderitaan orang lain yang jauh di Timur Tengah tetapi tidak peduli dengan penderitaan saudara-saudaranya yang lebih dekat. Janganlah ungkapan penderitaan kuman diseberang lautan (penderitaan rakyat Palestina) kelihatan, sementara penderitaan gajah (sesama warga negara) dipelupuk mata tidak kelihatan.

No comments: