Sekedar LPIK

My photo
Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) Bandung

Sunday, March 15, 2009

Masyarakat

Masyarakat “Instan”
Prof.Dr.H.Afif Muhammad,M.A

Masyarakat kita sekarang ini adalah masyarakat “instan”, dan agama [Islam] yang dianutnya adalah agama publik yang tidak perlu pendalaman. Jika mereka menghadapi suatu masalah, mereka tidak butuh dalil-dalil filosofis, argumen-argumen dari pendapat para ulama, atau kutipan dari kitab-kitab tebal mau pun tipis. Bahkan tidak butuh ayat Al-Quran dan hadits. Mereka hanya perlu sandaran otoritas saja.

Kira-kita 15 tahun yang lalu (!) saya membaca di rubrik tanya-jawab yang diasuh oleh Ustadz Quraish Shihab di sepanjang bulan Ramadhan di harian REPUBLIKA, pertanyaan dari seorang pembaca seperti ini (dia menggunakan bahasa Betawi, yang saya kutip dari ingatan saya. Mudah-mudahan saya tidak keliru):

“Ustadz, sekarang bulan puase. Tetapi ane baru saje nikeh. Isteri ane boto. Ane suka-suka tidak kuat ngeliat dia. Karena itu, ane suka peluk-peluk dan cium-cium die. Pertanyaan ane: apakah puasa ane batal?”

Jawaban Ustadz Quraish sungguh luar biasa. Hanya empat kata, tanpa referensi, tanpa ayat al-Qur’an, tanpa hadits: “Puasa ente tidak batal” (!).

Lantas, apakah orang itu yakin akan kebenaran jawaban Ustadz Quraish, dan mengamalkannya? Saya yakin dia percaya, dan mengamalkannya. Mengapa? Karena “yang mengatakannya Ustadz Quraish” (!).
Itulah yang dibutuhkan masyarakat kita. Sandaran otoritatif.

Pada kali lain, saya ngobrol-ngorol dengan salah seorang sahabat saya yang sering dipanggil “Ustadz” oleh banyak orang. Ustadz yang sahabat saya ini bercerita kepada saya bahwa dia sering menerima pertanyaan dari banyak orang lewat sms hp-nya. Sekali waktu masuk pertanyaan berikut:

“Ustadz, bagaimana hukum suami-isteri nonton video porno?” Ustadz itu menjawab dengan satu kata (sekali lagi “satu kata”): Boleh. Tahu Anda, apa respons sang penanya? Ini: Syukron!

Itulah masyarakat kita. Masyarakat yang tidak butuh ayat-ayat Al-Quran atau hadits untuk menjawab persoalan yang mereka hadapi. Yang mereka butuhkan hanyalah sandaran otoritas.

Ketika susu Dancow diisukan mengandung lemak babi, masyarakat sempat dibuat geger, dan Anda bisa bayangkan paniknya pemilik pabrik. Bisa bangkrut! Tetapi sang pemilik pabrik sepertinya mengerti betul “psikologi” hukum masyarakat Indonesia. Cepet-cepet dia mengundang salah seorang Kiai besar pimpinan MUI pusat. Kepada Pak Kiai dijelaskan ingredient susu Dancow untuk meyakinkan bahwa susu tersebut tidak mengandung unsur haram. Lalu, di bawah sorotan kamera berbagai stasiun teve yang dipancarkan ke seluruh Indonesia, Pak Kiai dimohon meminum susu Dancow. Besoknya, susu Dancow halal!

Prof.Dr.H.Afif Muhammad,M.A,
Direktur Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung

(naskah ini ditulis ulang oleh Ahsa dari diskusi di milis: ikhwanusshafa@yahoogroups.com)

No comments: