Sekedar LPIK

My photo
Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) Bandung

Friday, March 13, 2009

Menulis

Menulis Buku Itu Hanya Soal Taktis!
Oleh AHMAD SAHIDIN

SABTU (7/03/2009) pekan kemarin saya beruntung dikutsertakan menjadi peserta dalam training “Taktis Menulis Buku” yang diselenggarakan oleh Trim Communication di salah satu hotel ternama di Bandung. Pesertanya dari beragam profesi yang hadir, dimulai dari mahasiswa, editor, pengajar, karyawan Disnaker, karyawan Takaful, presenter TV dan juga seorang ibu sepuh mantan dosen. Jika tidak salah hitung, ada sekitar 15 peserta yang masiung-masing berasal dari Bandung, Jakarta, dan Solo.

Training yang berlangsung dari jam 09.00 hingga sore ini dipandu langsung oleh Bambang Trim. Siapa yang tak kenal Bambang Trim? Mereka yang berkecimpung dalam dunia kepenulisan dan penerbitan (editing) pasti mengenalnya.

Dari training itu saya mendapatkan sesuatu yang sangat berbeda dari beberapa pelatihan menulis yang sebelumnya telah saya ikuti. Tidak hanya memberikan motivasi dan mengubah mindset, tapi juga membimbing bagaimana membuat buku dari awal hingga akhir: prewriting, darfting, revising, editing, publishing, dan powerfull writing.

Yang menarik, Pak Bambang Trim, mempersilahkan setiap peserta untuk menuliskan judul atau tema buku yang akan ditulisnya. Kemudian dibimbing menurunkannya menjadi outline dan diberi tips untuk pengembangannya agar tulisannya itu mendalam, luas dan berbobot. Bahkan, diberi tips mengimajinasikan kover buku dan cara membuat teks punggung buku.

Di tengah acara, novelis Tasaro GK—penulis novel “Galaksi Kinanthi” yang diterbitkan Salamadani, 2009—hadir untuk berbagi pengalaman dan strategi menulis karya fiksi, khususnya novel.

Menurut Tasaro, sebuah karya fiksi bisa dikatakan bagus dan akan diterima dimasyarakat pembaca apabila di dalamnya menyajikan kisah yang baru, memiliki karakter kuat (bagus), alur cerita yang luar biasa, dan diksi atau pilihan kata yang menarik. Apalagi jika ditambah dengan tema dengan isu yang sedang menonjol atau hangat di masyarat, akan membuat makin terasa menarik atau menyedot orang-orang untuk membacanya.

Setelah jeda istirahat dan makan siang. Penulis, pakar editing dan praktisi penerbitan, Bambang Trim kembali melanjutkan. Pak Bambang menjelaskan bahwa penulisan buku berbeda dengan artikel atau feature yang khusus untuk media masa seperti koran, majalah, jurnal, atau online. “Buku itu isinya tuntas, mendalam, dan prosesnya panjang,” katanya.

“Menulis buku itu tidak gampang, juga tidak sulit. Tapi hanya soal taktis saja!” kata Bambang Trim dengan gaya khas. Menurutnya, seseorang yang akan menulis harus berani buka mata, buka telinga, buka pikiran, buka perasaan, dan berani mengalami (buka pengalaman). Apabila seseorang sudah melakukan itu, maka akan keluarlah gagasan yang berwujud tulisan. “Keluarkan buku dari dirimu!” cetusnya. Bisakah? “Tulislah gagasan yang ada dalam pikiran, yang dipikirkan, yang dirasakan atau yang dialami hingga menjadi tulisan!” ujarnya.

“Kumpulkan semua diksi yang berkaitan dengan apa yang kita lihat, dengar, dan pikirkan. Tulislah diksi-diksi itu dan rangkailah dalam sebuah jalinan cerita hingga berwujud tulisan. Ingatlah, gagasan yang tidak segera ditulis akan diambil orang!” pesannya.

Karena itu, seseorang yang akan menulis perlu memiliki keterampilan dalam membuat drafting berupa catatan ide-ide dan outline isi buku yang akan ditulis, sehingga ide yang muncul dalam pikiran tidak lepas begitu saja. Hmm…seperti kata Imam Ali bin Abu Thalib, “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya.”

Bambang Trim juga mengatakan bahwa setiap hari tidak lupa membawa buku catatan kecil untuk menulis ide-ide yang muncul. “Selain mencatat di handphone, communicator atau blackberry, ya bawa buku kecil dan pulpen untuk mencatat ide-ide atau hal-hal menarik yang bisa kita kembangkan menjadi buku,” pesannya.

Hal lainnya, kata Bambang Trim, seorang penulis harus mampu menghadirkan memori pengetahuan atau pengalaman yang menjadi bahan tulisannya itu dengan senantiasa mengakrabkan diri dengan membaca referensi, belajar dan berlatih tiada henti, dan sering melakukan silturahim atau berinteraksi dengan orang-orang untuk meluaskan wawasannya.

“Jangan membuat buku yang tidak orang sukai, yang tidak dikuasai, dan jangan membuat buku yang tidak ada referensinya,” pesan Pak Bambang Trim di akhir acara.

Luar biasa dan mencerahkan. Meski seharian, dari pagi hingga sore, saya tidak merasa bosan dalam menyerap ilmu kepenulisan yang disampaikan dalam training itu. Ya, tentu saja selanjutnya yang harus dilakukan adalah mempraktikannya dengan segera.

Bandung, 11-12 Maret 2009



No comments: