Sekedar LPIK

My photo
Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) Bandung

Monday, March 9, 2009

pemimpin

DISKUSI Mencari Pemimpin Besar

Re: Bls: [ikhwanusshafa] mencari PEMIMPIN BESAR
Sabtu, 7 Maret, 2009 19:07
Dari: "Afif Muhammad" Kepada: aahsa@....
Cc: ikhwanusshafa@yahoogroups.com

Mumpung sekarang lagi Maulid Nabi Saw akan enak rasanya jika kita ngobrol tentang Nabi kira yang suci. Jika kita jadikan beliau sebagai teladan dalam kepemimpinan, maka beliau adalah pemimpin yang lengkap dalam semua sisinya. Artinya, beliau adalah pemimpin agama (ummat), sekaligus pemimpin negara (bangsa). Kepemimpinan seperti ini sudah tidak kita temukan hari ini. Yang ada hanyalah pemimpin agama (ulama, MUI) atau pemimpin negara/politik.

Masing-masing bidang kepemimpinan membutuhkan ilmu dan syarat-syaratnya sendiri. Gampangnya, menjadi pemimpin agama haruslah menguasai ilmu-ilmu agama dan syarat-syarat sebagai pemimpin agama. Begitu pula dengan pemimpin negara/politik. Ia harus faham betul masalah-masalah politik-ketatanegaraan dan punya kecakapan dalam bidang politik. Mencari pemimpin yang sekaligus memiliki ilmu dan kecakapan dalam kedua bidang itu teramat sulit. Sebab, sistem pendidikan dan kultur kita sudah terlanjur dikhotomis (ilmu agama terpisah dari ilmu kealaman, termasuk politik). Inilah pang pada gilirannya melahirkan kelompok Ulama (pemimpin agama) dan Umara' (pemimpin politik).

Anak-anak UIN/IAIN bergelut di ilmu-ilmu keagamaan, dan mereka--termasuk Ahmad Sahidin (Ahsa) dan saya--bergelut di ilmu-ilmu keagamaan, dan hampir tidak mengerti tentang ekonomi, fisika, matematika, kimia, kedokteran, pertanian, etc. Karenanya kita hanya cocok menjadi Ulama. Sulit cari kerja karean kita tidak mengerti tentang ilmu-ilmu yang berurusan dengan bidang-bidang yang disebutkan terkemudian itu. Kawan-kawan kira yang lain (UNPAD, UI, ITB, UPI) bergumul dengan ilmu-ilmu yang berurusan dengan dunia tadi, tetapi kurang paham tentang ilmu agama (wong mereka belajar cuma 2 jam di SD, SMP, SMA, dan 2 sks selama hidup menjadi mahasiswa hingga menjadi sarjana). Jika kemudian masing-masing kita menjadi pemimpin, maka kepemimpinan kita pun kepemimpin yang cuma berada di satu bidang saja (menjadi Ulama atau Umara). Jika jadi ulama, kemungkinan moralnya bagus karena dibangun oleh agama. Tetapi kata Imam al-Ghazali ada juga Ulama al-su' (ulama bejat, pseudo-ulama). Mungkin, ada satu dua orang yang sekaligus memiliki dua ilmu dan kecakapan itu (di Iran rata-rata Ulama mengusai fisika, filsafat, politik: Muthahhari, Ja'far Suhani, Ali Syari'ati).

Dahulu, di Indonesia cukup banyak yang seperti itu, misalnya Pak Natsir, Syafruddin Prawiranegara. Tetapi, semakin kompleksnya kehidupan menyebabkan kita, saat ini, menjadi spesialis-spesialis di bidang-bidang yang satu sama lain terkapling-kapling seperti yang Anda katakan itu: Pak Amien ulama politik, Kang Jalal ulama Komunikasi, Pak Habibie ulama pesawat terbang. (Mohon Anda tidak lupa bahwa syarat dasar bagi keulamaan yang mana pun adalah ketakwaan kepada Allah). Di sebelah yang lain, ada "ulama" politik, ekonomi, teknologi, hukum, etc, yang akhlaknya kurang bagus (karena sejak kecil hanya belajar sedikit saja tentang agama). Memang ada satu-dua orang yang memiliki kecakapan di dua bidang atau lebih. Tetapi umumnya tidak demikian. Misalnya, orang pasti mengesani bahwa Pak Ali Yafie itu ulama agama yang hebat, tetapi mungkin kurang paham teknologi. Sebalik, Pak Habibie itu "ulama" pesawat terbang, tetapi tidak banyak tahu tentang tafsir al-Qur'an. Susahanya, sekarang ini banyak ulama (yang saya duga kurang ngerti politik), semakin banyak yang tergiur pada urusan politik (katanya, Pak Dien pengen jadi Presiden, ya?). Jika seorang ulama kurang mengerti politik, lantas terjun ke dunia politik, bisa-bisa mereka masuk penjara lho!

Lantas, apa yang mesti kita lakukan? Tentu saja melahirkan generasi yang memiliki ilmu-ilmu yang terintegrasi. Hebat kan, kalau ada di antara kita yang ngerti Mu'amalah sekaligus ekonomi konvensional? Tetapi, untuk generasi saya dan generasi Anda, hal pengintegrasian seperti itu sangat sulit, kalau tidak boleh disebut mustahil. Karenanya, anak-anak kitalah yang harus menjadi orang-orang seperti Ibn Sina (dokter sekaligus filosof dan sufi).
Salam.

--- On Tue, 3/3/09, ahmad sahidin wrote:
From: ahmad sahidin
Subject: Bls: [ikhwanusshafa] mencari PEMIMPIN BESAR
To: ikhwanusshafa@yahoogroups.com
Date: Tuesday, March 3, 2009, 5:14 AM

Model "Pemimpin yang dibesarkan" inilah yang kini sedang bertandang dan sedang mengantri di bursa pemimpin sekarang ini, dalam wajah capres-cawapres, dan caleg, dll.

Menurut Dr.Sri Bintang Pamungkas, sekarang ini tidak ada calon pemimpin yang bervisi ke masa depan. SEmuanya cuma berorientasi money dan kehendak untuk berkuasa sekaligus menguasai untuk diri dan partainya. Saya kira ini perlu kita sikapi, apalagi April 2009 ini kita memilih: memliih caleg atau golput? Di sinilah kita memilah dan memilih serta menentukan.

Namun, bagaimana sesungguhnya sosok pemimpin dalam Islam? Saya harap ada kawan-kawan/jamaah ikhwanusshafa yang sudi memberikan pencerahan untuk masalah ini. Saya kira Ustadz Afif Muhammad dan Ustadz Jalal (Jalaluddin Rakhmat), atau yang lainnya, sudi memberikan pencerahan di sini. Silahkan...

--- Pada Sen, 2/3/09, iu rusliana menulis:
Dari: iu rusliana
Topik: [ikhwanusshafa] Trs: [pstti_pps_ui] [M_S] PEMIMPIN BESAR
Kepada: ikhwanusshafa@yahoogroups.com
Tanggal: Senin, 2 Maret, 2009, 9:03 PM

INI ada tulisan bagus..mohon dipareasiasi…

PEMIMPIN BESAR
Saya melihat pemimpin atau calon pemimpin saat ini terbagi dua; 1. PEMIMPIN BESAR 2 PEMIMPIN YANG DIBESARKAN;

Pemimpin besar seperti buah kuini yang matang dan jatuh ke bumi karena ditiup angin sepoi-sepoi basah, baunya harum dan wangi yang memikat semua makhluk untuk datang ketempatnya. Rupanya cantik yang membuat orang suka padanya. Rasanya enak, sedap dan lazat yang susah dikalimatkan dengan kata-kata seorang pujangga. Sehingga menjilat jari, yang membuat kita merasa ingin, ingin dan ingin lagi. Pemimpin besar seperti pokok kelapa yang tinggi menjulang. Uratnya untuk obat, batangnya digunakan untuk papan dan jembatan, lidinya digunakan untuk membuat sapu, daunnya untuk membuat ketupat, dahan, sabut dan tempurungnya untuk kayu api, santannya untuk memasak, minyaknya untuk menggoreng.

Pemimpin yang dibesarkan seperti buah kuini muda yang jatuh karena dilempar anak-anak, dipanjat atau dijolok dengan galah yang panjang lalu diperam berhari-hari lamanya. Walaupun masak orang tetap menamakannya masak busuk, tak wangi dan harum, rupanya berkerut dan tidak cantik, rasanya masam yang membuat orang `trauma` dan tobat untuk tidak akan memakannya lagi. Pemimpin yang dibesarkan seperti benalu yang hidup menompang di atas orang lain, menompang nama besar, kehebatan, keagungan, populeritas orang lain dan membawa-bawa nama institusi karena diri sendiri hampa tak berisi.

Pemimpin besar adalah orang yang besar dengan sendirinya. Terbukti memiliki bau yang wangi, rupa yang cantik dan rasa yang enak. Pemimpin yang besar adalah seorang yang cerdas yang dapat dilihat dari tulisan-tulisannya selama ini. Seorang yang merakyat bukan hanya karena mau pemilu saja. Seorang yang terbukti sukses dalam akademik, karier, keluarga, agama, moral, kejujuran, keadilan, penyayang. Pemimpin yang besar adalah orang yang terkenal secara natural dan media akan datang menyiarkan karena kepribadiannya yang unggul dan amal soleh yang sering dia lakukan. Pemimpin yang besar adalah seperti bibit unggul yang apabila jatuh ke bumi akan menjadi benih dan akhirnya tumbuh berkembang menjadi pokok yang rindang dan menaungi. Pemimpin besar berpijak di alam nyata, membuat kreatifitas, menjadi diri sendiri dan teruji.
Pemimpin yang dibesarkan adalah seorang yang melakukan apa saja untuk mencapai tujuannya. Dia dibesarkan oleh iklan-iklan yang dia bayar untuk tv, radio, surat kabar dan berbagai media lainnya. Mereka dibesarkan oleh nama-nama nenek moyang mereka (seperti; aku adalah anak, cucu, cicit wali, raja, pahlawan, sultan eyang prabu marang kepunden marang keteper) Mereka dibesarkan oleh media dengan membuat dan mengatakan perkara-perkara yang aneh dengan tujuan khalif tu`raf (berbeda untuk terkenal). Mereka membayar media dengan jumlah yang sangat mahal agar bisa terkenal. Pemimpin yang dibesarkan adalah mereka-mereka yang mendapat nama besar bukan karena kemampuan diri pribadinya yang unggul, tetapi karena mereka di unggulkan atau mengunggulkan orang lain.

Pemimpin yang dibesarkan seperti buah yang masak dikarbit, dan buah masak busuk yang jatuh waktu muda, jangankan manusia, tupai dan kerapun enggan memakan. Hanya ulat yang datang mendekat, itupun karena menghalang jalan mereka sehari-hari... . Pemimpin yang dibesarkan bagaikan hidup di alam bunian, penuh dengan hayalan, menghitung bintang di langit. Seperti bujang lapuk yang mengharapkan bidadari, seperti labu dan labi yang yang tidak tidur sepanjang hari karena asik bermimpi menjadi tarzan, koboi, orang kaya dan kawin dengan anak dara yang cantik. Pemimpin yang dibesarkan tidak akan mampu berbuat apa dan tidak akan kemana-mana karena pribadi mereka sebenarnya kosong. Mereka hanya mengharapkan kembalinya bapak yang telah mati, mereka hanya menunggu wangsit dari nenek moyang yang sudah menjadi history dan mereka hanya berandai kembalinya zaman purba kala yang sudah tiada. Pemimpin yang dibesarkan seperti benalu yang hidup dan tumbuh diatas kebesaran orang lain, bukan karena diri yang sudah teruji. (sampai ada gambar bersalaman dengan Obama, di bawah naungan gambar sang ayah, membawa nama-nama nenek moyang yang sudah mati untuk tujuan kampanye, hahaha…100x)

Pemimpin adalah masa depan kita, pemimpin yang besar akan membesarkan negara dan bangsanya dan pemimpin yang dibesarkan akan menjadikan kita sebagai tumbal untuk membesarkan mereka. Mereka akan selalu menghisap seperti lintah, membunuh seperti nyamuk, merapuhkan seperti benalu.

Kuala Lumpur, 13/02/09,
Afriadi Sanusi
PhD Cand. Islamic Political Science University Of Malaya

No comments: