Sekedar LPIK

My photo
Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) Bandung

Wednesday, September 26, 2007

Stop

Orang Miskin Dilarang Berfikir!

Aku menemukan kebebasan dan keamananku dalam kegilaanku -josten garder-

Oleh emhal_zibilla

Ada banyak unek- unek di kepala ini. Tentang apa yang kualami hari ini, kemaren, atau beberapa waktu silam. Bahkan, hal- hal yang kejadiannya baru akan saya rasakan di kemudian hari juga menjadi gumpalan pemikiran dalam otak yang pas- pasan ini.

Seorang teman dekat yang tergolong manusia cerdas pernah berujar kepada saya. Orang bisa kehilangan akal sehatnya jika ia menjadi orang yang sibuk dengan beragam ide, gagasan, ataupun pmikiran yang berbeit- belit. Apa yang ia pikirkan sedemikian jauh dan luar biasa hebatnya tanpa pernah berusaha untuk melakukan apa- apa yang ia pikirkan.

Singkatnya, ia hanya bisa berfikir tanpa pernah mampu untuk bertindak.
Asbabun nuzul dari perkataan karib saya tersebut adalah ketika saya bercerita tentang seorang pemuda aneh yang kerap terlihat berjalan merunduk dan menyerupai gelagat orang kehilangan akal sehat. Pemuda tersebut berpenampilan seperti kami yang masih mahasiswa. Namun sorot mata dan gerak- geriknya membuat kami berpikiran yang bukan- bukan. Setiap pagi, ia dengan penampilan apa danya bisa di bilang kuleuheu (kusut) hanya tampak sering nongkrong di lingkungan kampus.

Tulisan ini bukanlah bermaksud membuat kisah atau cerita melankonis tentang kehidupan yang terkadang tampak garang dan kejam kepada manusia. Tidak pula untuk mengingatkan penulis pada kisah hidup di pesantren lima atau tujuh tahun yang silam. Saat dimana sangat terasa nyata bahwa batas antara kemanusiaan dengan ketidakmanusiaan sangat tipis. Dengan mata kepala dan mata hati sendiri, saya pernah menyaksikan seorang teman yang semula tampak baik, ramah, suka menghibur sampai kami sapa ia dengan sebutan joker, berubah dalam hitungan satu malam saja menjadi sosok manusia yang kehilangan sisi kemanusiaannya. Saya menjadi ingat juga pada novel Ahmad Tohari, ”Ronggeng Dukuh Paruk” yang populer itu.

Ahmad Tohari menulis dengan baik untuk menggambarkan bagimana Srintil; wanita yang sedang giat membangun mimpi agar bisa menjadi wanita omahan yang baik; demikian linglung dan berubah raut mukanya secara seketika saat ia sadar akan kebohongan dan kebobrokan moral petugas proyek yang menemaninya di sebuah villa. Batas antara kemanusiaan dengan dunia di luarnya ibarat kulit bawang, ungkap Tohari dalam novel tersebut.

Ah, saya tidak takut menjadi gila! Sebab kegilaan dalam konsep hidup saya adalah suatu kebebasan dan keamanan. Bebas berbuat dosa, bebas berbuat kebaikan, atau bebas berekspresi. Belakangan saya memang merasa semakin jauh dari Tuhan. Ritual sholat yang seyogyanya menjadi ritual wajib yang harus dijanai oleh setiap muslim sudah berani kulanggar, ritual puasa yang menjadi suatu kewajiban pun saya langgar juga. Bukan suatu kegagahan atau kebanggaan melakukan pelanggaran terhadap rambu- rambu Tuhan.

Tuhan sedemikian dahsyatnya untuk berani kutentang. Hanya saja makhluk yang bernama itu tidak pernah mau mengerti begitu sayang Tuhan pada dirinya. Aku tidak akan menyalahkan setan yang sedang mengibarkan bendera kemenangan di atas ubun- ubunku, sebab ia ibarat polisi yang sedang menilang para pengemudi kendaraan di jalan raya kota. Polisi hanya menjalankan tugas. Mereka hanya punya satu alasan : ”Ini tugas”. Setan juga saya pikir demikian. Hanya menjalankan tugas. Menggoda setiap insan untuk semakin menjauh dari aturan-Nya. Tak ada untung yang bisa diperoleh setan jika ternyata saya terbujuk untuk meninggalkan sholat. Saya tidak berguna bagi mereka meskipun secara terang- terangan mereka sudah berada di setiap inci dari tubuh ini. Saya lebih salut kepada setan yang demikian ikhlasnya menjalankan tugas turun temurunnya tanpa pernah berhenti sepersekian detik sekalipun ketimbang pada manusia yang meskipun berjubah agama namun sangat arogan dan tidak ikhlas mengajak kaumnya menuju jalan kebenaran.

Saya tidak takut gila sebab tanpa ada kata sandang gila sekalipun, suara saya tidak pernah berarti apa- apa. Engkau yang berada di luar jiwaku, tidak perlu tahu lebih banyak tentang kegelisahan yang diam- diam kualami. Sebab jika kuceritakan semua, batallah aku menjadi manusia yang bebas. Aku akan mejadi sangat terikat pada engkau sampai- sampai kuanggap engkau sebagai candu yang bila tak kuhisap satu atau dua kali saja, keringat dinginku bisa meleleh melunturkan tulisan- tulisan yang kutulis di atas kertas ini. Namun jika sudah sampai waktuku untuk bercerita padamu, kumohon biarkan aku menjadi orang gila sejenak agar bisa kusukuri akal sehat yang diberikan Tuhan padaku! Terkadang aku pun membutuhkankan candu…….!

No comments: