Sekedar LPIK

My photo
Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) Bandung

Thursday, February 5, 2009

Islam

Three Point from Ten Commandment God
Oleh JALALUDDIN RAKHMAT

DI dalam surah Al-Ahzab ayat 57-58 Allah Swt berfirman “Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatnya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan (57). Dan orang-orang yang menyakiti orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata (58).”

Ayat ke 58 tersebut bercerita tentang perbuatan menyakiti seseorang bukan karena kesalahan yang mereka lakukan. Bila seorang guru menyuruh seorang murid untuk pulang kemabli karena terlambat datang ke sekolah, mungkin murid tersebut sakit hatinya. Namun, sakit hati yang diderita murid itu karena ia datang terlambat.

Islam misalnya menetapkan hukuman cambuk delapanpuluh kali bagi orang yang menuduh orang lain berbuat zina, tanpa mendatangkan saksi. Hukuman tersebut pasti menyakiti tubuhnya, tetapi itu tidak termasuk ke dalam surah Al-Ahzab ayat 58, karena penuduh itu memang terbukti menuduh seseorang berzina tanpa saksi.

Ayat 58 Surah Al-Ahzab mengatakan bahwa barangsiapa yang menyakiti seorang mukmin, laki-laki atau perempuan bukan karena perbuatan yang mereka lakukan, atau –menurut sebagian tafsir- menyebarkan fitnah tentang seseorang, menuduh orang melakukan sesuatu yang tidak dia lakukan, maka dia telah memikul fitnah besar dan dosa yang sebenar-benarnya. Ayat ini termasuk ayat yang sangat keras di dalam Al-Quran. Perbuatan menyakiti sesame manusia, semisal menyakti hatinya, tubuhnya, membuatnya menderita, sedih atau mengalami depresi, membuatnya camas atau membuatanya ketakutan adalah dosa besar yang dapat menghapuskan bukan saja ibadah kita, tetapi amal-amal salah kita lainnya.

Orang yang suka menyakiti hati orang –saya selalu menambahkan “hati”, padahal menyakiti tidak selalu pada hati, mungkin karena itu yang paling berat, kalau menyakiti fisik itu masih bisa diobati, tetapi kalau menyakiti hati itu rada sulit. Malah kalau hati kita sakit kita bukan saja tidak bisa mengobatinya, kita malah pinyat membuat penyakit itu tambah parah. Tentu ada banyak kejadian apabila orang disakiti tubuhnya, itu juga sekaligus menyakiti hatinya. Misalnya ada orang yang dimaki sambil dipukul. Menyakiti tubuh seorang mukmin pun sama akan mendapat laknat Allah di dunia dan di akhirat.

Ada juga orang yang menyakiti tubuh tetapi malah membahagiakan hati, dan yang begitu tidak mendapay siksaan, tidak mendapat laknat Allah. Misalnya seorang pencinta yang greget kepada orang yang dicintainya kemudian mencubitnya sampai merah, itu tidak termasuk mendapat hukuman karena boleh jadi ia menyakiti tubuhnya, tetapi tidak menyakiti hatinya. Atau kalau anak-anak kecil saling menyakiti karena ada kecemburuan diantara mereka.

Jadi, di antara perbuatan yang termasuk perbuatan menyakiti sesame manusia ialah menjatuhkan kehormatannya, menghina, mencemoohkan, dan mengejeknya. Kita semua diwajibkan Allah untuk memuliakan setiap manusia apa pun agamanya, pangkatnya, ataupun kekayaannya. Kita dilarang merendahkan kehormatan sesama manusia. Merendahkan kehormatan termasuk dosa besar di dalam Islam. Bahkan menurut Rasulullah saw. dosanya lebih besar daripada berzina.

Di dalam salah satu hadis, dalam wasiat-wasiat Rasulullah saw, beliau bercerita tentang riba, betapa besarnya dosa riba. Menurut hadis tersebut, memakan riba 63 kali lebih besar dosanya daripada berzina. Rasulullah saw, menyebutkan adalah menjatuhkan kehormatan seorang muslim dengan mengejeknya, mencemoohkannya, merendahkannya, apalagi memfitnahnya. Fitnah itu dosanya berkali-kali bahkan puluhan kali lebih berat dari berzina.

Jadi perbuatan yang menjatuhkan kehormatan seorang Muslim dihitung sebagai perbuatan yang sangat besar dosanya tetapi ajabnya dipandang rendah oleh kaum Muslimin. Tentang ini Al-Quran menyebutkan “ … dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.” (QS An-Nur [24]: 15)

Jika saya hatus meringkas ajaran Islam ke dalam sepuluh pokok atau “sepuluh perintah Allah,” maka pada tiga pokok yang pertama saya akan menyusunnya demikian.

Pertama, “hendaklah kamu beribadah kepada Allah Yang Esa dan jangan mempersekutukan-Nya.” Kedua, “Berkhidmatlah kepada sesame manusia, jadikanlah hidup kamu sebagai lading perkhidmatan terhadap sesama manusia.” Ketiga, “Jangan pernah sekali-kali menyakiti hati siapapun; jangan pernah menjatuhkan kehormatan siapapun.”

Ternyata ajaran ini adalah ajaran seluruh agama. Orang Hindu mengatakan, “Tidak boleh menyakiti makhluk Tuhan.” Orang Budha juga, agama Kristen, dan semua agama melarang kita untuk menyakiti sesama. “Mencintai sesame manusia” tanpa memperduluikan agamanya, apapun latar belakangnya, apapun pendidikannya, adalah nilai universal setiap agama. Kita harus saling menolong sesame manusia. Beberapa waktu yang lalu, saya membaca pimpinan di Pikiran Rakyat, tentang pernyataan seorang pimpinan PKB Jawa Barat. Dia bercanda, tetapi candanya itu bagus dan saya ingin mempopulerkan candanya ke seluruh dunia. Kata dia, “Sekirannya di pinggir jalan ada orang menggeleper-geleper memerlukan pertolongan, lalu datanglah kepadanya seorang politisi pimpinan parpol Islam. Kepada sang politisi itu dikabarkan, ‘tolong ada orang tergeleper di pinggir jalan.’ Politisi itu akan bertanya, ‘Dia muslim atau bukan?’ Itu pertanyaan pertama. Pertanyaan kedua, ‘NU atau Muhamadiyah?’ Kalau sudah dijawab, ‘NU’ kemudian ada pertanyaan lagi, ‘PPP atau bukan?’ lalu dijawab, ‘oh ini PPP’, kemudian politisi itu masih juga bertanya, ‘PPP-nya Hamza Haz atau Zaenudin MZ?’ sampai pada pertanyaan itu orang yang membutuhkan pertolongan itu sudah meninggal dunia.

Di dalam diri kita sebetulnya ada fitrah untuk mecintai sesama manusia dan menyayangi mereka. Hanya saja, dalam perkembangan kehidupan fitrah itu tertutup oleh awan fanatisme kelompok. Dulu saya pernah diminta untuk mengisi insert di RCTI, durasinya hanya beberapa menit, itu pun saya dibawa kemana-mana oleh kru Televisi, saya disuruh naik pohon, disuruh turun ke sungai, kemudian disuruh berdiri di atas bebatuan, hanya beberapa menit tapi capeknya luar biasa hingga setelah itu saya kapok tidak mau lagi. Nah, salah satunya saya pernah berada disebuh pohon, kemudian saya perkenalkan permisa televise kepada matahari yang sedang lewat memasuki awan. Saya bertanya kepada mereka apakah matahari itu hilang karena sekarang tertutup awan. Tentu tidak, matarahi itu tetap ada. Hanya sinarnya tertutup awan. Begitu juga rasa kasih sayang kita kepada sesame manusia. Fitrah itu ada pada diri kita semua. Semua ibu menyayangi anaknya, semua kawan menyayangi kawannya, semua manusia menyayangi sesama manusia. Ada rasa kasih sayang itu tetapi kadang-kadang kita melihatnya hilang, seperti matahari yang tertutup awan. Awan itu antara lain fanatisme kelompok, “kita mau tolong sih kalau dia itu satu partai dengan kita.”

Nanti menjelang pemilu kita akan ditawarkan dengan banyak pertolongan tapi pertolonganya atas dasar partai bukan pertolongan yang tulus. Kalau kita ditolong walaupun tidak tulis terima saja pertolongan itu. Kita dapat pahala pertolongan itu dan orang yang memberinya mungkin malah tidak mendapat pahala. Terima saja pertolongan itu dengan syarat setelahnya kita tidak dituntut untuk melakukan macam-macam atau memilih partai yang mana.

Kita kembali kepada “perintah Allah” yang ketiga –mungkin Ten Commandment ini akan saya susun menjadi buku- karena Penerbit Mizan meminta saya menulis buku tentang nilai-nilai universal Islam sehingga semua agama pun mau membaca buku saya itu sebagai pedoman hidupnya. Kita tidak boleh menjatuhkan kehormatan orang lain, siapapun, dengan menghinannya, mencemoohkannya, mengecamnya, atau menyakiti hatinya. Karena perbuatan itu –sekali saya ingatkan- menghapuskan seluruh amal ibadah kita, seperti fatamorgana di padang pasir. Kita tidak memperoleh apa-apa, hanya bayangan-banayang seolah-olah kita mendapat pahala tetapi kemudian semua itu terhapus. Demikian menurut Al-Quran. Bahkan hadis Nabi saw, menjelaskan lebih banyak lagi, “kalau seseorang yang menyakiti orang lain itu berdoa, maka Allah membalasnya dengan melaknan dia. Setiap kali dia berdoa Allah akan melaknatnya.”

Baru saja saya membaca kembali ucapan Iman ‘Ali Zainal Abidin as kepada Asy-Syibil yang baru plang berhaji. Imam ‘Ali bertanya, “Apakah kamu sudah masuk ke Mesjid Haram?”

“Betul wahai putra Rasulullah, aku sudah masuk Masjid Haram.”

“Apakah ketika kamu masuk Masjidil Haram kamu berniat di dalam hatimu bahwa sejak saat itu kamu tidak akan pernah lagi menjatuhkan kehormatan sesame Muslim dan tidak mau lagi mempergunjingkan mereka?”

“Tidak wahai putra Rasulullah, saya masuk Masjidil Haram begitu saja, tanpa niat untuk tidak lagi menjatuhkan kehormatan kaum Muslimin, tanpa niat bahwa saya tidak akan lagi mempergunjungkan sesame kaum Muslimn.”

Imam ‘Ali berkata, “kalau begitu kau belum masuk Masjidil Haram, engkau belum melakukan ibadah haji, engkau belum wukuf di Arafah, engkau belum sampai ke Mina."

Imam ‘Ali Zainal Abidin as menekankan betul bahwa inti dari ibadah haji ialah tidak menyakiti sesame manusia. Pengalaman haji saya yang pertama sangat dahsyat buat saya. Karena para jemaah haji hanya mementingkan diri mereka sendiri. Kalau ada pembagian makanan di bis, pembagaian apel misalnya, orang-orang yang duduk di bagaian depan akan menumpuk apelnya, lalu baru sisanya dikirim ke belakang. Saya yang kebetulan duduk di belakang kadang-kadang tidak kebagian, padahal jumlahnya mungkin sudah dihitung pas.

Kemarin sore saya membaca fatwa-fatwa Sayyid Husein Fadlullah dalam Al-Bayyinat. Ada orang bertanya kepada beliau, “Ustadz, bagaimana hukumnya merokok ketika kita sedang puasa, karena menurut sebagian orang merokok tidak termasuk yang membatalkan puasa karena tidak termasuk makan dan minum?” Sayyid Husein Fadlullah –beliau adalah salah satu di antara marja’ yang berpendapat bahwa merokok itu haram dan merupakan perbuatan maksiat karena ia menyakti diri sendiri dengan merusak tubuh kita, dan itu perbuatan zalim “menyakiti tubuh sendiri”- menjawab pertanyaan itu dengan mengatakan, “Aku tidak mempersoalkan apakah merokok itu membatalkan atau tidak, tetapi merokok itu adalah perbuatan haram dan dalam keadaan berpuasa kita terlarang untuk melakukan perbuatan haram apapun.”

Saya ingin menambahkan, di Indonesia merokok di tempat umum –kecuali kelau merokok sendiri, itu akan menyakiti dirinya sendiri- termasuk perbuatan yang menyakiti orang lain. Sekarang terbukti bahwa perokok pasif lebih berbahaya ketimbang perokok aktif. Para perokok akan berkata, “kalau begitu sudah saja sekalian menjadi perokok aktif.” Boleh saja, tetapi dengan demikian –saya ingin mengingatkan- kita sudah mengundang laknat Allah dalam doa-doa kita. Karena betapa banyaknya orang yang tersakiti dengan asap rokok itu, menderita karena asap rokok itu, sakit karena asap rokok itu.

Di SMU Muthahhari anak-anak pernah bertanya apa dalilnya dari Al-Quran dan hadis bahwa merokok itu haram. Saya bilang, kalau kamu ingin tahu dari Al-Quran dan hadis, pelajarilah agama sampai menjadi mujtahid seperti Sayyid Husein Fadlullah. Merokok itu merusak, mengganggu, menyakiti orang lain. Itu perbuatan yang menyakiti kaum Mukminin baik laki-laki maupun perempuan.

Ada kecendrungan kita untuk tertawa diatas penderitaan orang lain. Saya malah “takut” untuk menyebutnya sebagai fitrah. Fitrah bangsa Indonesia adalah tertawa melihat penderitaan orang lain. Kalau suatu saat kita kemudian menginjak kulit pisang lalu terjerembab, kita pasti tertawa. Saya pernah jalan-jalan di rel kereta api kemudian saya menendang sesuatau dan hamir tersungkur. Orang-orang disekitar saya tertawa. Ada kenikmatan melihat orang lain menderita. Akhirnya sifat itu menjadi kebiasaan para pemimpin kita. Pada tahun baru mereka tertawa terbahak-bahak di atas kenikmatan orang lain. Sebagaian orang mungkin “tertawa” ketika ribuan jemaah haji tidak bisa berangkat tahun ini. Mungkin jauh dilubuk hati kita, melihat penderitaan orang lain adalah satu kenikmatan tersendiri. Untuk satu saat orang yang menderita itu mendapat giliran untuk menertawakan kita di hari akhir nanti karena penderitaan yang mereka alami di dunia ini.

Menjatuhkan kehormatan itu termasuk perbuatan yang dilarang dan termasuk perbuatan dosa. Sebutlah itu sebagai ten commandments yang ketiga, “jangan sakiti hati siapapun, termasuk menyakiti hati adalah menjatuhkan kehormatan dan yang termasuk menjatuhkan kehormatan adalah mempergunjingkan orang lain, mempergunjingkan sesama kita.”

Saya ingin mengakhiri pembicaraan kali ini dengan hadi Nabi saw, “setiap orang mempunyai empatpuluh penjagaan.” Penjagaan itu dalam bahasa arab disebut ‘ismah. Bentuk jamaknya ‘ishom. Seperti yang kita baca dalam Doa Kumail, “Allahummaghfirliy adz-dzunub allati tahtikul ‘ishom (Ya Allah, ampunilah dosaku yang meruntuhkan penjagaan).”

Kita dijaga dengan 40 penjagaan, 40 ismah, 40 junnh, 40 perisai yang mengelilingi kita sehingga kalau kita berbuat buruk, tidak ada orang yang tahu perbuatan buruk itu. Kita ini terjaga, seperti dibentengi dengan 40 benteng sehingga perbuatan kita yang buruk terlindungi. Tetapi kalau kita berbuat dosa satu kali saja, runtuhlah satu benteng itu. Kalau dosanya dosa besar, seperti berzina, runtuhlah satu benteng, dua kali berzina runtuh dua benteng. Tapi kalau kita –kata Rasulullah saw- menggunjingkan orang lain, maka 40 benteng itu sekaligus runtuh. Kalau seseorang menggunjingkan orang lain di belakang, seluruh benteng penjagaannya akan runtuh. Tinggalah sayap-sayap malaikat yang masih melindunginya, kemudian Allah berfirman kepada malaikatnya, “Irfa’u ajnihatakum’ (sekarang angkatlah sayap-sayap kamu).” Kemudian malaikat membentangkan sayapnya sehingga semua makhluk melihat kejelekan dia. Seluruh kejelekan yang disembunyikan Allah itu terbongkar. Dia menjadi orang yang terburuk dalam pandangan makhluk di bumi dan makhluk di langit. Semua melihat keburukannya dan sangat sulit baginya untuk kembali pada kebaikan. Itu karena dosa mempergunjingkan.

Seseorang itu kalau sudah terlibat dalam pergunjingan atau terlibat fitnah nanti borok-borok dia akan kelihatan orang, mulai terbongkar, “eh … ternyata orang itu begini, ternyata orang itu begini.” Karena seluruh penjagaan Allah diangkat darinya. Na’udzubillah min dzalik.


JALALUDDIN RAKHMAT,

Ketua Dewan Syura Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia

No comments: