Sajak-Sajak DIDIN SYARIFUDDIEN
Apa Agama Kita? | Ayat-Ayat Jalang | Dekapan Sepi |
Di Atas Perahu Nuh | Ikan kecil| Jarak Sunyi | Peta Robek | Petak Sayap | Perjalanan Tanpa Peta | Sang Pengembara| Untain Jaring Laba-Laba.
Apa Agama Kita?
Awlnya kita adalah kata
Berdiri diantara deretan sabda
Dengan jari-jari yang patah
Mengutif cermin Tuhan yang retak
Di pulai bernama entah
Lalu burung-burang kepakan tanya
Di antara ayat-ayat yang pecah
Angin mana yang telah menghapuskan jejak Tuhan?
Awalnya kita adalah kata
Berjalan di antara malam yang memekat
Dengan hati yang lebam
Memuntahkan huruf-huruf
Pada musim yang mengigau
Lalau kaki siapa yang menggugurkan embun semalam?
Awalnya kita adalah kata
Bertabur dalam semesta
Tanya tanpa jeda
Namun guguran daun
Menimbun tanda baca pada langit yang gemetar
Lalu ayat mana yang telah meninggalkan tetesan darah di ujung pisau?
Lalu apa agama kita?
Ayat-Ayat Jalang
Sair-sair darah meruak
Di sudut kata
Membangunkan keheningan
Dari perut-perut yang berbunyi
Tentang negeri di ujung senja
Melipat kemiskinan dalam catatan harian
Sedang di meja makan
Dasi-dasi penghisap darah
Berdebat tentang dunia
Kita adalah ayat-ayat jalang
Dekapan Sepi
Kali ini
Aku begitu akrab dengan sebuah gerbang
Tempat dimana ku gantungkan
Aliran nadi di keheninganmu
Bimbang segala nyeri
Dan rindu berlarut-larut
Antara kemunafikan dan lugu wajahmu
Yang mengembur di sebuah meja makan
Dengan lihir yang menyatakan
Hawa terlelap dalam dekapan sepi
Di Atas Perahu Nuh
Telah ku tengahkan doa
Pada langit yang gemeretak
Juga rindu yang meranggar
Hikayat ayat yang merayap
Perih yang menumbuh
Serta waktu luluh
Di atas perahu Nuh
Ikan kecil
Engkau bergerak lincah
Diantara nyeri dan harapan
Yang meremuk
Dengan serif gergajimu
Menguliti tubuh
Yang kian lama
Kian tak kenal ini
Jarak Sunyi
Pohon di dada membelukari langkah
Akar dan daun membuahi tatapn kata
Yang lenggang
Merentang jarak sunyi
Antara kau dan doa-doa tantangan
Ribuan bentangan tergantung meraung
Peta Robek
Telah ku ayatkan rindu
Dalam kitab-kitab purba
Dengan jemari yang patah
Melukis bara
Agar perjalanan ini
Di berkati sepi yang memekat
Dan sebuah peta robek
Dimatamu yang mungkin lebur
Petak Sayap
Wajah-wajah hitam tanpa masa depan
Berarak melingkari nasib hitam
Mereka dibunuh air mata sendiri
Sebab sang begawan adalah lirih
Kematian di negeri ini
Kami bagaikan laron
Setiap petak sayap adalah tetesan ajal yang ditakdirkan
Kelahiranya sendiri
Perjalanan Tanpa Peta
Hujan yang teriris lampu
Itu mengingatkanku pada sisa
Perjalanan ketika kau mengucapkan
Deru, lirih
Bahwa cuaca telah menghilangakn sebuah huruf
Yang pernah kita susun perpisahan
Sunyi
Lalu ku beri engkau sebuah pisau dan selembar perjalanan tanpa peta
Sang Pengembara
Antara aku gentayangan alis matamu
Ada kata yang berdiri
Sungguh menawarkan kesedihan
Sang pengembara
Pada batu, luka, pualan darah
Dan sekarat hati dari jiwa
Yang dipancung rindu
Yang menyelimuti ingatanku
Untain Jaring Laba-Laba
Siang datang mengaung
Dari pelupuk mata
Menambah nyeri dan perih hati
Penantianku bagai laba-laba yang sedang merajut untaian jaring yang siap di hinggapi kenikmatan
No comments:
Post a Comment