Sekedar LPIK

My photo
Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) Bandung

Friday, June 15, 2007

Titik 5

Sajak-Sajak JOHAN SIDIK KANTARA

Aku Disini | Aku Entahkan Doa | Aku Yang Merindukanmu | Di simpang Jalan Bisu | Kampusku | Kau Ayat-Ayat Perindu | Kau Sangat Berharga | Sebersit Senyum | Thufail | Wahai Entah | Yang Kehausan dan Kelaparan Oleh Kebenaran.


Aku Disini


Angin kecil mengayun kerinduan tentangmu
Terlihat wajah bercahaya menguak rindu dipesisir hatiku
Satu senyum kucuri dikejauhan kusimpan dalam hati
Mata yang indah penuh tandatanya

Mungkinkah kau lempar sapa tulus menjahit resah kerapuhan
Yang membelit palung jiwa yang kini berserakan
sampai aku tak sanggup lagi menahan rindu
Disini ditemani sunyi penuh
bercumbu bayangmu pada pesona
sampai langit jiwa retak
lalu kucoba tafsir remang tentang perasaan
oleh ketulusan yang sedikit tersisa
aku yang jauh darimu
tapi aku dekat dengan cintamu
padamu disini aku penuh



Aku Entahkan Doa



Sehelai doa dipersimpangan jalan
Menjadi setumpuk sampah busuk
Dipandang enggan, cemas, lesu, penuh beban.
Seraut beban itu jujur, menjadi coretan-coretan malam
Menjadi sesajen diatas altar kebisuan
Menjadi ujung dilabirin keheningan
Tetap menggantung dilangit harapan


Aku Yang Merindukanmu


Kini kugantungkan rinduku
Padamu sambil merayap kucoba selami lautan kasihmu
Semoga tak kelam
Kini kucoba walu luka dan nyeri menguliti diriku sendiri

Dirimu adalah jiwamu
Yang sulit kutafsir seperti bebatuan malam
Yang menggantung dalam palung jiwaku
Sampai saraf dadaku mengejah kembali
Tentang asmara dibalik cintamu


Di simpang Jalan Bisu


Siang menatah resah
Matahari menggantung diharapan semu
Kuukir hari dengan tinta air mata
Daki semakin pekat dikulit coklat
Lamun bergoyang
Menghantam pilu, nyeri di urat nadi
Diam kupaku kecewa

Di iringan sesak detik kejamnya iri
Sumpah serapah tak lagi dibaca
Doa tak lagi menjadi wewangi bunga
Dedaun terus tumbuh dalam putaran cuaca
Cakrawala menjadi tangis kerapuhan

Dada menjadi lautan pasir sesal
Hati menjadi sejarah hitam yang terlupakan
Langkah tinggal lelah dipersimpangan
Mulut hanya menjadi bungkusan kosong
Pada untaian jingga dilangit harap
Mengendap seluruh rasa asa
Dipalung hening kelam dalam bingung
Aku menjadi diriku!
Namun akhirnya resah dan entah.


Kampusku


Kampusku
Gudang busuk yang menjijikan
Kampusku
Adalah proyek basah
Kampusku
Libido politik uang
Kampusku
Kampus palsuku
Kampusku]
Pemikir-pemikir palsu
Membangun infrastruktur
Dan menejemen setan yang keliru


Kau, Ayat-Ayat Perindu


Sesosok dirimu menjadi paragrap
Menjadi rima dalam puisi
Kutafsir bagai ayat- ayat mati
Menjadi hadis penerjemah wahyu
Langkahmu menjadi artefak-artefak
Kugali, kujengkali
Seraya berusaha meyakinkan pada naluri
Bahwa aku
Kini aku menjadi nabi bagimu
Memuja dengan hasrat
Berdoa dalam bisu untuk segurat senyum
Taukah kau, pujaku!

Kini seurai rambutmu,
Sekedip matamu, selebat bulu alismu, sepikuk hidungmu, segurat tebing wajahmu, sepeka telingamu. Semua, seonggok daging bersosok dirimu,
Dan wahyu bagi seorang gembel

Ayat-ayat dirimu kuhapal, ku-kumpulkan,
Kubaca, agar tak lupa
Dan, akan kuberi tahu pada dunia semampu aku punya
Bahwa, aku menyukaimu!
Jauh dari yang kau tahu
Agar aku, kau, abadi
Dalam tulis yang tak rapi
seliar kau memilih pendamping hati.


Kau Sangat Berharga


Satu bintang berkelip cahaya
Bersinar kearah bumi mati
Kutatap matamu, sorotnya kearah hati
Dada ini, bagaikan merapi berhaburan kawah panas
Diriku sesak, penuh dengan harap pada kerinduan yang mati

Yang menunggu terbelenggu
Diriku kini memusat pada arahmu
Tapi tak ada lagi selain berusaha
Mendongkrak perlahan dirimu yang membatu
Dengan doa dan ayat-ayat cinta
Demi kesungguhan
Aku menyukaimu penuh


Sebersit Senyum


Senyummu penghargaan terindah
Senyummu membuat rindu meresah
Senyummu diam dihatiku
Senyummu terjaga selalu
Senyummu semoga menyatukan diriku dan dirimu
Senyummu menjadi detik-detik yang kutunggu
Senyummu kehangatan jiwaku
Senyummu kuharap selalu



Thufail



Jiwa
Jiwa universal
Sesuatu
Jiwa
Yang membuat hidup
Jiwa
Jiwa partikular
Adalah jiwa
Jiwa, jiwa dan jiwa
Yang akn kembali ke jiwa-jiwa universal



Wahai Entah


Wahai
Aku di sini, dikelilingi seurai bayang,
Tentangmu. AKU…
Kini, kalut menyelimuti pikir
Berbuah patahan-patahan kata luka
Entah.
Tentangmu…aku…patah arah

Wahai
Masih tatap kusandarkan,
Tentang rindu walau bias dan abu,
Aku, semakin semu kelabu
Mencoba Berkiblat,
padamu terlelap menancap lelah

Wahai
Tetaplah disana,
Dengan tegasmu, buang tulusku
Pada tong sampah resah.

Wahai
Tetaplah disana,
Jangan toleh aku, yang semakin sakit parah
Harus kau tau,
Sakit ini bukan karenamu…
Tapi separuh sebab meguak tulus dalam jiwa

Wahai
Bukan karenamu, aku…gila,
Tapi, kerena perasaan tulus padamu, membuatku lebih gila



Yang Kehausan dan Kelaparan Oleh Kebenaran


Tuhan
Kini aku berontak dalam guratan takdirmu
Yang penuh dengan dosa
Tapi dosa bukanlah sebuah kekalahan
Namun kekuatan untuk bertaubat
Dalam ke esaanmu
Yang dapat menghentikan ruang dan waktu

Tuhan
Kini aku, kau Tuhanku
Yang dapat menghentikan kesunyian
Diantara kita
Tanpa awal
Tanpa akhir

No comments: