Sekedar LPIK

My photo
Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) Bandung

Friday, June 15, 2007

Titik 9

Sajak-Sajak TEDI TAUFIQRAHMAN

Akhirku | Ini Hidup | Kidung Lirih | Gunung Kemusykilan | Kosong | Lolongan Anak Muda | Munafik | Sabtu Pagi | Sajak Belajar Vandal | Sepongkah Nafsu | Tak Henti Selalau.


Akhirku


Tempatku memuja
Segala rasa tercurah
Bagi semua pendosa
Dengan jalan yang di kehendaki

Tempatku berserah
Kembali pada pasrah
Tuhanku
Kuasa akan darahku
Merambah pada semua
Akankah sintuh qalbu
Sampai jadi abu


25 Januari 2006


Ini hidup


Ini hidup kawan
Bukan sinteron yang sering kau tonotn
Selalu kau menjadi arjuna
Berakhir bahagia …hah
Nonsens
Hidupmu adalah pergulatan
Tanpa upaya tak akan kau berjaya
Lihatlah alam sekitar
Makhluk mengejek tapi kau merengek
Mau jadi apa
Tatkala fenomena tak relevan dengan idealita
Jangan kau terhenyak
Karena sudah biasa
Harusnya kau katakan pada mereka
Inilah ironi dunia tak bisa tuk mengelak



Kidung Lirih



Telah sering ku senandungkan
Syair pengaduan
Degan segumpal pengharapan
Keulayangkan
Namun dapat terhiyng
Kini luka benar tubuhku
Tercabik dikoyak oleh realita
Kenyataan itu memang pahit
Mendesak, menuntut bahkan mendepakku
Susah memang
Naik banding ke alam kosmologi
Tak berawal tak kunjung berhenti
Tak nyata dalam realita
Namun pasti dalam fenomena
Kidung lirih kusenandungkan.



Gunungan Kemusykilan



Hutan rimba yang menggana
Lautan tak terawasi
Kemegahan tak terhingga
Keagungan tak berbatas
Namun apakah sudi
Turunkan keajaiban
Hanya setitik kan mengubah
Seluruh hidup umat manusia
Disini diriku mengemis
Padamu… hanya padamu
Sudi layarkan kemusthilan
Diantara akal realita fenomena
Biarkan terhenyak
Dengan satu keajaiban di realita zaman



Kosong



Tak ada yang terlihat
Begitu pula tak terjamah
Semua terasa hampa
Lemah termamah…
Hanya meragu pada ketika
Di saat pada
Aku merasa

Taman UIN SGD, 01 Februari 2006


Lolongan Anak Muda


Tetesan air mata darah
Mengalir deras di pipi
Menjadi orang yang tak berarti
Tubuh renta membanting tulang

Hanya untuk sekeping uang
Duduk termangu seperti orang dungu
Menangis tersedu
Terus dan tiada henti mengadu
Tak bisa menolong

Hanya bisa menggonggong dan melolong
Harap mereka tahu
Tak ada yang bisa kubantu
Meringankan beban menyimpan perih
Suatu hari nanti hari akan tiba
Saat aku berjaya sampai akhir usia


Munafik


Kenapa tak langsung saja kau sebut
anjing
Tak perlu ditutup-tutupi dengan
gonjang-ganjing
Bahkan argumentasi ilmiah berbau pesing

Kenapa tak langsung saja kau hujat
anjing
Tak perlu dimanis-manis dengan
teori-teori batang penis
Daripada panjang-panjang tak dimengerti
Lebih baik pendek berarti
Misalnya
Testis.

Kenapa tak langsung saja kau caci
anjing
Tak perlu dibungkus ayat-ayat suci
Tentang ajaran ramah dan sejarah para nabi
Semua mejadi terkesan recehan
Dan bau tai babi

Kenapa tak langsung jawab
Anjing
Daripada munafik
Seperti gundik kelihatan cantik
Padahal rujit

Kenapa tak langsung saja kau berubah
jadi anjing
Punya, ekor, berliur memiliki taring
Biar aku gampang memilah

Yang mana anjing
Yang mana babi
Yang mana bagong
Yang mana manusia
Yang mana maha

Ternyata kita lebih suka yang sedap-sedap
Dimuka dan dikhianati
Daripada mendengar perih dan sakit
Setidaknya ada harap
Meski jiwa kita kronis kurapan

Ternyata mental kita terganggu
Jiwa kita busuk



Sabtu Pagi



Tak ada yang dapat ku tulis
Selain menulis namamu
Tak ada yang dapat ku ucap
Selain mengucap menyayangimu
Tak ada yang dapat ku lihat
Selain melihat bayang wajahmu
Tak ada yang bisa mengalahkanmu
Sampai senyummu rasuk dalam sukmaku

04 Februari 2006

Sajak Belajar Vandal


Ada agama sedang menangis di pojok rumah
Menjerit melihat para penganut mencacah
Ajaran doktrin dan dogma dengan pongah

Ada agama sedang melamun melihat
Nasib bangsa yang dipenuhi dengan para pengkhianat
Penjilat mengerat ayat-ayat suci dengan lahap

Ada agama sedang melayang-layang mengabut di langit

Ada agama sedang meringkuk di balik jeruji
Penjara habis dihantam dibekuk dipukuli
Oleh para aparat tentara dan polisi

Agama tak punya lagi identitas
Tak memiliki wajah
Bisa dijual belikan hanya untuk segunduk uang kertas
Menjadi mantra sumpah serapah
Mengusir hantu dedemit kuntilanak beserta keturunannya

Agama bisa ditemukan di mall swalayan bahkan di pelacuran
Menjadi bahan legitimasi segala hal
Mengobral fatwa halal haram
Dari makanan, kondom sampai dildo
Mengumbar nafsu dan libido

Kekuasaan ketamakan


Sepongkah Nafsu


Tatkala tangan dunia terngangah
Tatkala kepala dunia terperangah
Bermandikan keluh kesah
Berselimutkan gelisah

Tak berdaya
Kemudian terlambat memang
Menggantungkan tanpa gantungan
Mengendarai tanpa kendaraan
Semua umat berkata bodoh tolol

Memang konyol
Kasat mata tak terlihat
Sembilu jiwa menunggu
Hal yang tak terpadu. Tak menyatu
Bodoh memang tapi kupercaya
Secuil keajaiban 'kan menolongku


Tak Henti Selalu


Setiap temu denganmu
Senyap sangsi hilang berlalu
Pertanda gambaran hatiku
Telah melukis mukamu
Dalam taman jiwaku
……?……
Tujuku tak kan henti meski termakan waktu
Selalu aku mendambamu
Setiap merindumu
Hanya kata tertulis untukmu
Pada malam hanya bisa mengadu
Kapan bersatu…


Camp The End, 29 Januari 2006

No comments: