Sekedar LPIK

My photo
Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) Bandung

Sunday, April 29, 2007

Karikatur

Karikatur; Muhammadanisme
oleh Ibn Ghifarie*

Munculnya karikatur Muhammad berjumlah 12 di Harian Umum Jyllands-Posten Denmark, menuai banyak protes dari pelbagai kalangan. Mulai dari golongan pro & kontra. Sebuah gelombang besar kemarahan sedunia. Haruskah umat islam marah?
Untuk menjawab pertanyaan itu, terlebih dahulu kita simak dengan arif dan lebih tenang, lukisan-lukisan itu, seperti yang di tulis ulang oleh Laksmi Pamuntjak dari majalah economics menyebutkan—di lansir (Tempo, 26/02) “gambar-gambar itu tak ubahnya “lelucon anak sekolah”. Pendapat itu tak sepenuhnya benar. Visualisasi Nabi sebagai teroris, dengan sorban bomnya dan lukisan Rasul sedang berdiri di atas segumpal awan. Di depan barisan laskar bom bunuh diri. “stop-stop kita sudah kehabisn perawan”.

Sepintas memang cukup lucu. Tapi mungkin hanya bagi mereka yang menyikapi humor dengan santai. Namun, berbeda dengan mereka yang menggapa Nabi sebagai sosok manusia suci dan di ma’sum. Maka sangatlah wajar bila reaksi keras muncul. Terutama bagi kalangan umat Islam Indonesia, mereka beranggapan kasus ini lebih serius ketimbang The Satanic Vesves-nya Salman Rushdi. Terlebih lagi bagi kelompok Islam Radikal. Sebut saja, Fron Pembela Islam (FPI), Majlis Mujahidin Indonsia (MMI). Mereka getol melakukan aksi unjuk sara, bahkan seringkali melibatkan masyarakat luas melalui ikatan remaja Mesjid. Sesekali dalam turun kejalannya acap kali bersifat brutan dan anarkis.

Tak hanya itu, masa yang di kepalai oleh Habib Rizik tersebut. Terkadang dalam demonsranya, selalu mengutuk keras perbuatan keji itu, sehingga mereka menyuarakan boikot prodak Denmark. Atau pun menyegel kedutaan Denmarak yang ada di Negeri kita.

Di negara tetangga kita ramai-ramai memboikot warga Denmarak. Salah satunya dengan memasang tulisan bernada miring. Restoran milik umat Islam di Singapora atau Philipin menulis “warga Denmarak tidak di terima,” coretan mereka.

Aksi serupa pun terjadi di belahan Timut Tengah, sebab asal-muasal islam terlahit dari negeri Gurun Sahara itu. Semisal di Negara Arab, Masir, Iran, Irak dll. Hampir setiap hari gelombang demonstran itu selalu memenuhi surat kabar, baik media cetak maupun elektronik—bersifat lokal dan interansional. Kebanyakan dari sejumlah tuntutan mereka “mengutuk perbuatan biadab tersebut. Salah satunya dengan boikot prodak Denmark. Atau pun menyegel kedutaan Denmarak”.


Buah Simalakama Itu Bernama Media.
Menggapi persoalan yang pelik dan akut itu, bagi Karen Bluitgen, seorang penulis buku Koranen Og Propeten Muhammads Liv atau Al-Qur’an dan kehidupan Muhammad SAW. Adalah buku anak-anak yang laris. Sampul bergambar jenggot memakai sorban dan jubah hijau pupus, mengendarai kuda bersayap warna kuning.
Gambar pada sampul dan di dalamnya di buat secara anonim. Menurut Bluitgen, seperti yang di laporkan hasil wawancara (Tempo, 26/02) menyebutkan sulit mendapatkan orang yang membuat ilustrasi bukunya. Tapi dari titik itulah Jyllands-posted berinisiatif mengundang 12 kartunis, para artis yang melahirkan karya yang berbuntut reaksinya berkepanjangan hingga sekarang.”

“Ini ajaib. Saya menulis buku untuk membangun pengertian Islam, tapi gedung kedaulatan Timur Tengah malah dibakar,” kata penulis yang sudah menghasilkan 31 karya itu.

Bila kita mau merunut dan arif mendengarkan pengakuan mantan wartawan dan guru itu, munculnya gagasan-gagasan yang mencoba pemahami Islam secara utuh bagi anak-anak non-Islam. Berawal manakala kedua anaknya—laki-laki 17 tahun dan perempuan 13 tahun—hidup dan sekolah bersama bocah-bocah muslim, karena mereka tinggal di Norrebo, distrik di kopenhagen yang mayoritas penduduknya Islam. “jika anak-anak tidak dijarkan saling pengertaiandi sekolah dasar, kapan lagi?” katanya “kerusuhan di Prancis menunjukan pengertian harus ditanamkan sedini mungkin,” tutur penulis buku Til Gavn For The Sotre (2002).

Usut punya usut dimuatnya 12 lukisan Muhammad itu, masih menurut Bluitgen, “pihak Jyllands-posted tidak pernah menghubungi kami sebelumnya,” tegasnya. Makanya lanjut Pria agak botak itu “saya tidak menduga persolan ini akan berdampak sebesar ini. saya tidak menduga semuanya berdampak pada buku saya, karena sebenarnya kartun tersebut tidak benar-benar berhubungan dengan saya,” ujarnya.
Thus, dengan di muatnya lukisan yang menyulut amarah umat Islam di manapun, bahkan geram itu. Konon, ini merupakan buah dari kebebasan—kebencian, meminjam istilah Mas Gunawan--berpendapat itu termasuk memuat lelucon orang-orang dari berbagai ideologi dan agama.

Dengan demikian, kebebasan pers itu dapat membuat dua sisi berbeda bak mata uang. Satu sisi, derasnya arus informasi dan globalisasi membuat orang dapat mengetahui satu kejadian dengan mudah. Ambil contoh, terowongan mina saat musim haji tiba amblas dan menimbulkan kematian yang tidak sedikit.

Di lain sisi, menuai protes. Seperti yang di alami oleh Jyllands-posted karena memuat visualisasi Muhammad. Meskipun, bagi kalangan Islam di Denmarak sendiri cukup banyak orang yang tidak menggap hal ini persoalan. Sebab di Denmarak, kami terbiasa membuat lelucon tentang banyak hal, termasuk Tuhan, Yesus dan Ratu.


Mempertegas Islam: Agama Muhammadanisme
Terlepas dari unsur-unsur politik, sosial, budaya, politik dan ekomoni. Yang jelas Pria bermana lengkap Kare Bluitgen itu, mempunyai itikad baik dalam menepis Islam itu bengis dan kezi bagaikan masa Nazi tempo dulu. Namun, bila gelombang cacian, makian, hujatan terus di alamatkan pada negara Denmarak tersebut. Sudah tentu, membuat Islam semakin terpuruk, bahkan pobhia Islam. Pasalnya, jika kita runut kebelakang terutama pasca 11 September 2003. adalah pengeboman gedung WTC dan menara kembar di negeri Paman Sam. Atau pengeboman jilid I & II di Pulau Dewata. Sungguh wajah Islam semakin buram, bahkan kabur. Maka sangatlah wajar bila non-muslim menggambarkan islam itu teroris.

Tengok kembali, 12 karikatur tersebut. “Gambaran Nabi sebagai teroris, dengan sorban bomnya. Jelas sebuah refresentasi Islam sebagai kekerasan. Ini dan bukan upaya menggambarkan paras Rasul per se. memang nenyinggung perasaan islam,” ungkap Laksmi Pamuntajak.

Pendek kata, munculnya reaksioner secara perontal dari kalngan Islam, hingga berani mati demi memperjungkan huzzatul Islam. Tentunya membenarkan anggapan Islam sebagai agama Muhamadanisme. Seperti tradisi keagamanan lain. Yang selalu dinisbatkan pada tokohnya Mulai dari Kristiani berawal dari Kristen (Yesus), Budhis bermula dari Budha (Sidarta Gao Tama), Yudais berangkat dari Yudha, Hinduis asal-mula dari Hindhu, Kongfucius bertitik tolak dari Kong Fucius sampai Islam dengan sebutan Muhammadanisme. Seperti yang pernah di dengungka oleh Prof H.A.R. Gibb, sekira tahun 1965. Termasuk di dalamnya orang-orang orientalis.
Padahal, segala bentuk stereoty terhadap Islam tersebut. Sudah di tepis oleh pemikir Indo-Pakistan bernama Fazlu Rahman, dengan lantang dalam buku Islam “kesimpulan ini bermula dari simbolitas, sebab tanda merupakan refresentasi dari realitas. Apalagi sudah di kaitan dengan relasi kuasa”, kata Prof Chicago itu.

Selain itu, penegasan Muhammadanisme terletak pada saat Muhammad menerima wahyu. Bagi kalangan orentalis Rasul itu mengidam penyakit ayan, ganguan jiwa dan gila pula.

Berkenaan persoalan itu, Rahman mengungkapkan “kalaulah Muhammad itu mempunyai penyakit epilepsi. Pertanyaanya mengapa tidak terjadi pada hari, waktu dan ruang , selain di Guha Hira,” ungkap lokomotif neo-modern itu.
Pendapat senada pun di lontarkan oleh Edwar Said, ikut nimbrung permasalahan tersebut. “tidak ada yang di namakan Timur (orientalis) dan Barat (oksidentalis) itu. Yang ada hanya imjiner semata,” tutur penulis buku Orentalisme itu.

Lain Said, lain pula Gunawan Muhammad seperti yang di muat www.islib.com. Bagi Mas GM, mungkin apa yang terjadi sekarang juga mencerminkan bahwa yang di lihat sebagai ancaman oleh umat islam pada umumnya adalah apa yang di sebut Barat, meski tidak juga pernah jelas apakah Barat yang dimaksud di situ, kilahnya.

Pria pentolan tempo itu, menembahkan kita jangan bereaksi berlebihan, sebab semua itu memberikan alasan bagi kaum ekstrem kanan yang rasialis untuk bertindak brutal terhadap Islam, Yahudi, Cina, Arab atau Melayu. Orang-orang yang anti-Asing di Erofa sana bisa mendapatkan angin segar karena prilaku kita. Dan justru reaksi-reaksi yang berlebihan itu akan menyababkan kehidupan umat Islam di Erofa menjadi tambah repot, kata suami Pimred Femina itu.

Dengan demikian, manaka kita tidak merayakan hujatan secara prontal. Berarti kita berusaha dan mempertahankan posisi kaum nimoritas di Eropa. Ujung-ujungnya anggapan islam sebagai Muhamadanisme hilang di telah zaman. Seorang kepala sekolah di kairo berujar dengan arif “apabila kita cukup percaya diri dalam keyakinan kita, kita tak perlu bereaksi dengan begiti histeris,” katanya. Sehingga terbangunlah islam agama Likulli Zaman Wa Makan dan Rahmatan Lil Alamian.. Semog. Pojok Sekre Kering [010306].

*Mantan Sekum LPIK periode 2003-2004. Kini sedang menyelesaikan Kuliah di Jur. Studi Agama-Agama Fak. Teologhi & Filsafat UIN SGD Bandung.

Mari Amini Tesis S Hantintong

oleh Ibn Ghifarie

Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad menantang Presiden Amerika Serikat George W. Bush debat di televisi yang disiarkan secara langsung. Agenda yang dibahas tentang problem-problem yang membekap dunia dan pemecahan masalah atas konflik yang sedang terjadi.

"Saya menyarankan kami berbicara dengan Tuan Bush, Presiden Amerika Serikat, debat di televisi yang disiarkan langsung," kata Ahmadinejad, Selasa di Tehran. "Kami bakal suarakan pandangan kami dan mereka juga. Tapi, debat tidak boleh disensor, semua untuk publik Amerika".

Kedua negara saat ini tengah berselisih soal program nuklir Iran. Washington dan sekutunya lewat Dewan Keamanan PBB mendesak Tehran menghentikan pengayaan uranium. Justru Iran menjawabnya dengan membangun reaktor nuklir air berat. Bush menyebut Iran sebagai poros setan. (Tempo, 29/08)

Penantangan Ahmadinejad kepada Bush, seolah-olah kita sedang 'mengamini' tesis S Hantingtons tentang benturan peradaban antara dunia Timur (Islam) dan Barat (Kristen). Padahal bila dulu pada saat pemikir politik ulung mengeluarkan pernyataan mengenai peperangan peradaban, hampir tak ada sebagaian pemikir yang mendukung terhadap tesisnya. Seakan-akan semuanya mencibir, memaki bahkan mengunjing analisis pakar politik tersebut.

Namun, seirng waktu dan bergantinya generasi. Tentunya, tradisi dan keilmuanpun mengikuti perubahan peradaban suatu bangsa. Nyatanya, perseteruan antara Timur (Ahmadinejad) dan Barat (Bush) yang tak kunjung selesai juga, bahkan nyaris merembet ke seluruh penjuru dunia. Apalagi setelah kedua kelompok tersebut menggalang aksi solodaritas.

Alih-alih program nulklir yang mengganggu terhadap Hak Asasi Manusi (HAM) dan hak Sipil pun hanya kedok belaka. Ironis sunguh ironis. bila tantangan Ahmadinejad kepada Bush mengenai debat terbuka dan di siarkan televisi secara langsung terjadi berarti kedua belah pihak tentunya sedang merayakan sekaligus melanggengkan tesis S Hantingtons. Konon, kedua pejabat pemerintah itu, sama sekali bukan pengagum berat S Hantintongs. Apalagi muridnya. Tapi nyatanya mereka berusaha melestarikan karakteristik budaya Barbar. Entahlah. [Ibn Ghifarie]

Cag Rampes, Pojok PusInfoKomp, 30/08;03.47 wib


No comments: