Sekedar LPIK

My photo
Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) Bandung

Sunday, April 29, 2007

Salam

Selamat Datang Di Blog Resmi LPIK (Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman) Bandung. Semoga bermanfaat. Amien.

Profile LPIK (Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman) Bandung

Prolog
Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di UIN SGD Bandung. Selaras dengan namanya, secara spesifik mengkaji masalah-masalah yang bersifat keilmuan, khususnya keislaman.

LPIK didirikan atas kegelisahan, kepenatan, kesuntukan, kejengkelan mahasiswa angkatan 95 IAIN SGD Bandung, tepatnya pada tanggal 14 Mei 1996. Kala itu, keadaan civitas akademik tak begitu akrab dan kurang kondusif, hingga nyaris kehilangan ruh dalam pengembangan keilmuan. Salah satu buktinya dengan kurang responnya sebagian besar mahasiswa IAIN (Kini, UIN) terhadap kegiatan-kegiatan yang bersifat penalaran intelektual--yang sangat nampak lesu, loyo, dan kurang mendapat sambutan.

Ilustrasi di atas secara sederhana menggelitik, menyengat sehingga menggugah mahasiswa yang memiliki komitmen terhadap pengembangan keilmuan dalam dirinya sebagai minfestasi dari pengjawantahan Tri Darma Perguruan Tinggi dan sesuai dengan obsesi mereka sebelum memasuki sebuah wadah yang memiliki legalitas formal. Maka terbentuklah Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman yang disingkat LPIK (lihat AD Bab 1 pasal 1), sebagai wahana penampung dan penyalur hasrat, penggelora semangat, pendidih inspirasi dan penguak apresiasi dalam hal penalaran dan intelektual.

Maksud dan Tujuan
Berangkat dari histories tersebut, maka maksud dan tujuan pendirian LPIK adalah; a) Membangkitkan semangat keilmuan mahasiswa demi terwujudnya kultur yang ilmiah di kampus UIN SGD Bandung; b) Meningkatkan sumber daya manusia dalam bidang ilmu keislaman dan wacana kontemporer; c) Sebagai wahana dan ajang silaturahmi, silatu al fikri dan silat al dzikri serta lintas multi disipliner keilmuan; sebagai perwujudan Tri Darma Perguruan Tinggi.

Visi dan Misi
Visi diartikan sebagai kemampuan untuk melihat pada inti persoalan, pandangan, penglihatan, wawasan dan apa-apa yang nampak di khalayak banyak. Sedangkan misi diartikan tugas yang dirasakan sebagai suatu kewajiban untuk melakukannya demi agama, ideology, patriotisme dan lai sebagainya

Mengkaca pada difinisi diatas dan melihat gerak histories dari perjalanan pasang surut serta cita-cita pada masa yang akan dating, maka dirumuskan visi dan misi LPIK sebagai berikut:

Visi* “Centre Of Excellence untuk Pengembangan Ilmu Keislaman
Misi* “Wahana Dan Ajang As Silaturahmi, Silatu Al Fikri Dan Silat Al Dzikri Civitas Akademika Unuk Liberasi, Emanasi Dan Transendensi”

Fotret dan Dinamika Kepengurusan Dari Masa Ke Masa
Sebelum jauh membicarakan LPIK dari masa ke masa yang tertuang dalam bentuk kepemimpinan dengan berbagai macam dinamika dan karakteristiknya. Maka sekiranya, terlebih dahulu mengutarakan kilas balik LPIK yang hingga kini terkesan bukan lagi lembaga yang gandrung terhadap kajian-kajian ilmu keislaman semata, tapi menjadi satu “Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman Kiri”

Dengan demikian, paradigma yang menjadi landasan LPIK agak bergeser, bahkan berubah seratur persen. Pertanyaannya; mulai dari kepengurusan siapakan LPIK mulai berubah?

Pembabakan sejarah LPIK sampai saat ini, terbagi dua periode; Pertama Periode Normative (1996-1999) Semula Lembaga yang konsen terhadap kajian keislaman secara umumnya atau hampir sama dengan Lembaga Da’wah Kampus (LDK) dalam konteks kekinian. Hal ini terlihat dan berbagai kajian yang menjadi program adalannya, seperti kajian Fiqh Al-Qur’an. Syari’ah, Syirah Nabawi, wacana bahasa arab dan Inggris yang mengedepankan aspek-aspek keyakinan terlabih dahulu. Bahkan suatu waktu LPIK dinilai sebagai sarangnya “gerakan” daulah Islam (DI/TII).

Para pentolan mereka diantaranya; Pertama, Hayat Hudaya Az-Mu’min Setiawan (1996–1997). Di bawah komandonya, mereka menitik beratkan pada Khazanah Islam. Ini terlihat dari beberapa Departemen; PAO (Pengembangan Aparat Organisasi), Pres, dan Kajian Keislaman seputar Al-Qur’an, Hadits, Sirah Nabawi, Syariaf (Fiqh)-Ushul Fiqhnya.

Kedua, Mu’min Setiawan-Asep Abdul Sahid (1997–1998 ). Pun masih bergulat dengan pelbagai ilmu ke islaman. Departemennya masih mengikuti pengurusan sebelumnya. PAO (Pengembangan Aparat Organisasi), Pres, dan Kajian Keislaman.

Ketiga, Adang Meman Sulaiman-Hendra Prawira (1998–1999). Bangunan keislaman (Al-Qur’an, Hadits, Sirah Nabawi, Syariaf (Fiqh)-Ushul Fiqh) menjadi modal utama dalam mengembangkan civitas akademik. PAO (Pengembangan Aparat Organisasi), Pres, dan Kajian Keislaman..

Keempat, Ahmad Yudana-Tantan Hadiansyah (1999 – 2000 ). Al-Qur’an, Hadits, Sirah Nabawi, Syariaf (Fiqh)-Ushul Fiqhnya menjadi syarat utama dalam membangun peradaban Islam. Beberapa Departemenya; PAO< style="font-weight: bold;">Kedua, Periode Liberatif (2000-sekarang). Perubahan paradigma menjadi sebuah keharusan, apabila kontek zaman dan masyarakat pun telah berubah, seiring berputarnya roda kehidupan. Terutama ketika masuk beberapa mahasiswa ‘kritis’ dari Fakultas Ushuludin. Konon, Fakultas Filsafat dan Teologi merupakan gerbongnya pemikir untuk kalangan kampus UIN, kawah candradimuka intelektualitas. Kaum pelajar ‘kritis’ itu, diantaranya Pendeta Soni Wibisono, Yudhi Sarwotho, Dede Nurdin dan Nurdin. Keempat mahasiswa inilah yang membuat catatan baru dalam sejarah LPIK, sehingga kita sering menyebut mereka dengan sebutan Nabi. Para Nabi di LPIK.

Kembali lagi pada terbentuknya lembaga kajian yang lintas “paradigma, para dogma dan para doksal” meminjam istilah kang Dede Nurdin, sungguh tidak semudah membalikan telapak tangan atau dalam tradisi sunda kita kenal mancala putra mancala putri. Akan tetapi membutuhkan ketelatenan, keuletan, ketabahan dan kesabaran yang relative lama, baik dari sisi gerakan structural (pengurusan) maupun cultural (alumni, pengurus dan anggota)

Untuk itu, dalam tulisan ini yang menjadi titik tekan, yakni terungkapnya--bagaimana dinamika kepengurusan pada periode liberatif karena keterbatasan pelacakan sejarah LPIK yang bersifat orang dan turun temurun bak pemilihan raja di kerajaan tertentu. Dengan kata lain, semoga tulisan ini menjadi salah satu “peninggalan” yang dapat memberikan pengetahuan tentang seluk beluk LPIK walaupun sekilas. Yang akhirnya dapat menjadi bahan pertimbangan bagi generasi mendatang.

Apabila kita membuat satu perkumpulan sejenis lembaga kajian. Maka perlu diperhatikanlah hal-hal yang dianggap kecil seperti sejarah kelahiran organisasi, atas dasar apa perkumpulan itu berdiri dan siapa para penggagas serta perintis lembaga tersebut yang tercatat dalam bentuk tulisan supaya mudah mengetahuinya jika kita memerlukan suatu waktu dalam keadaan mendesak.

Kepemimpinan yang terhitung dari tahun 1999 samapi sekarang ini sudah berganti kepengurusan sebaganyak 5 ketua umum beseta stafnya. Pertama, Dede Nurdin-Nurdin (2000-2001) yang mengedepankan pada penggalian dan mencari format paradigma baru. Setelah beberapa waktu beralih orientasi. Hal ini terlihat dari beberapa departemen; departe4men kaderisasi, pengkayaan wacana, metodologi, jurnalistik dan eksternal.

Kedua, Wawan Gunawan-Anwar (2001-2002) yang menitik beratkan pada kajian-kajian “sastra”, meskipun tetap melanjutkan kepemimpinan sebelumnya. Tapi tetap mencari paradigma gerakan yang sesuai dengan keadaan masyarakat kala itu. Pemodifikasian yang menjadi identitas LPIK itu, tertuang dalam beberapa bidang kaderisasi, pengkayaan wacana, metodologi, jurnalistik dan bidang eksternal.

Ketiga, Ahmad Sahidin-Muhammad Fadli (2002-2003) yng mengutamakan pada kajian-kajian “kebudayan” walaupun tanpa pamrih kepengurusan ini tetap mencari landasan gerakan LPIK dengan tidak menapikan beberapa kegiatan ritual sebelumnya. Pencarian arah gggerakan tersebut, dapat kita lihat dari beberap[a divisi; divisi kaderisasi, metodologi dan wacana, jurnalistik, dan divisi eksternal.

Keempat, Lina Tunaswati-Ibn Ghifarie (2003-2004) dengan memfokuskan kajian-kajian pada “permasalahan-permasalahan sosial”. Padahal yang menjadi karakteristik lembaga ini pada ilmu keislaman ke-kiri-an. Dengan tidak mengindahkan beberapa program rutin yang telah mendarah daging melekat pada lembaga tersebut. Bahkan ada saatu hari persoalan yang berkaitan dengan kepengurusan internal dan wacana yang sedang hangat diperbincangkan eksternal. Hal ini tertuang dalam beberapa departemen ; departemen internal (kaderisasi), eksternal (network), metodologi dan wacana, dan departemen jurnalistik.

Kelima, Yosef Somantri-Slamet (2004–2005), yang sedang kalang kabut akibat tertimpa badai teror FUUI yang melanda kampus UIN secara umum beberapa bulan ke belakang tak terkecuali LPIK. Maka kepengurusan saat ini membutuhkan banyak energi, bahkan ekstra. Sebab selain mencari format intelektual dalam mentransferkan ke khalayak banyak dan mesti menata kembali kondisi internal yang kian porak poranda. Maka dalam menjawab berbagai permasalahan yang semakin njelimet ini terutama dalam penalaran intelektual dibentuklah sederetan divisi-divisi ; divisi internal (kaderisasi), eksternal (network), metodologi dan wacana, serta divisi pers.

Keenam, Badru Tamam Mifka-Mas’ud (2005-2006) berakhir dengan pesta pora perayaan eksistensial masing-masing penghuni LPIK. Badru ibarat seorang penyihir Merlin dengan mantra-mantra eksistensialnya maka tak urung LPIK di tangan Mifka berubah menjadi sebuah kerajaan Atlantis yang gegap gemerlap jauh di kedalaman samudra. Berteriak jauh di gunung Semeru. Divisi-divisi menjadi sangat invisible dan untouchable di pandangan mata mifka, sedangkan LPIK berubah menjadi hollowman. Divisi yang bergentayangan melayani penyihir ini antara lain; divisi metodologi dan wacana, intern, ekstern dan jurnalistik.

Ketujuh, Tedi Taufiqurohman-Faisal (2006-2007). Akan bagaimanakan LPIK? Sejarah menjadi kumpulan mozaik-mozaik yang satu sama lain berjauhan, membutuhkan logika untuk menggabungkannya. Make history or to become history. Menjadi alat musik bagi sejarah atau menjadi nada dan harmony.

Kedelapan, M Alzybilla-Naufal M (2007-2008). entah skrip apa yang akan di berikan beliau untuk membuat lpik mnjadi lebih baik dan bisa mempertahankan culture yang ada tanpa terlepas dari Ad/Art sebagai dasar gerakan kita dan selalu menjaga hubungan emosional antara pengurus post dan anggota dengan bersama-bersama membuat lpik

Profesionalisme Sebagai Alternative
Profesionalisme dalam konteks ini adalah niscaya. Untuk mendapatkan pengertian yang bernas tentang kata tersebut di bawah ini diikuti arti secara leksikal. Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan dan keahlian tertentu. Professional berkaitan dengan profesi yang memerlukan kepandaian khusus dan untuk menjalankannya, tentunya mengharuskan adanya bayaran atau gaji guna melakukannya. Profesionalisme dengan demikian adalah mutu, kualitas dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang professional.

Untuk menyebut diri sebagai lembaga atau organisasi yang professional, saat menggeliat dari tidur gundahnya ini maka LPIK memungkinkan masih bermil jaraknya dari sebutan di atas. Terlebih itu secara letter link mengacu pada definisi di atas. Namun al lesate dari visi dan misi LPIK sesungguhnya tengah menuju ke arah itu. Konkretnya, prioritas menjadi lembaga pengkajian ilmu keislaman yang memiliki profesionalisme memadai tercermin dari berbagai program kerja seperti.

Pertama, Paket Kuliah Intensif. Pada program ini selain intensitas tema dan silabus kajian berasal dari internal organisasi baik pengurus maupun anggota LPIK, juga berasal dari aspirasi eksternal LPIK. Untuk itu LPIK membuka kuliah pendalaman metodologi membongkar wacana dan peket-paket ilmu-ilmu pengantar seperti logika, filsafat, agama budaya dan ilmu-ilmu social serta kajian-kajian tokoh beserta pemikirannya.

Kedua, Paket Keterampilan Dan Kemahiran Wacana. Identitas kita sebagai lembaga kajian tidak terlepas dari koridor tradisi membaca, menulis, berdiskusi dan meneliti. Keempat factor ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari apa yang disebut sebagai keterampilan kemahir wana-an yang merupakan alat untuk memperoleh, memperluas dan memperdalam ilmu. Dengan keterampilan dan kemampuan meneliti, kita akan tidak sekedar menjadi “pelahap” dan “pengecer” ilmu, tapi menjadi pengembang biak ilmu. Artinya kita tidak sekedar mempelajari “fosil ilmu” namun menciptakan hal- hal yang baru dengan teori dan metodologi serta kawasan kajian yang lebih kreatif mengkontek dan produktif.

Dalam tahap operasional praksis diharapkan menjadi sebuah SPIRIT LIBERATIF, EMANSIPATIF DAN TRANSENDENTIF . semua ini adalah syarat utama ketika hendak memposisikan diri sebagai insan akademis, calon cendikiawan muda, THE POWER OF IDEALS dan pemasok ide-ide yang brilian. Yang bergerak dengan semangat mencari kebenaran memverivikasi dan bahkan memfalsifikasi kebenaran yang sudah mapan.

Adapun, program konkrit sebagai pengejawantahan idealisme di atas adalah skill building yang meliputi; 1) writing skill dengan bentuk pelatihan diklat penulisan 2) reading skill dengan sorogan referensi berbahasa asing 3) research skill dalam bentuk kegiatan pelatihan diklat penellitian 4) discussion skill melalui serangkaian ritual diklat presentator moderator.

Network Intelektual
Dalam pengorganisasian pelaksanaan program kerja guna mencapai tujuannya, LPIK selain menggunakan metode juga ditempuh dengan afiliasi kolaborasi dan cooperation. Dengan menjalin net work intelektual yang elaras dengan LPIK anrara lain; 1) dari segi intern kampus, yakin dengan lembaga kajian-kajian civitas akademika (dosen dan mahasiswa) baik tigkat institute, fakultas maupun jurusan 2) dari semi ekstern kampus dan lembaga eksternal kampus seperti HMI, PMII, IMM, KAMMI dan lain-lain. 3) dari ekstern kampus lembaga kajian yang ada di perguruan tinggi lain seperti UNPAD (nalar Jaatinangor, Batu Api) ITB (Skau) UNIOSBA, UNPAR (Jaka Tarub, Pondok Humaniora) STT Driyakarya, STT Apostolos, STT Tiranius 4) lembaga Penerbitan (Qalam, Kiblat) dan Pers, LSM (Pakuan, Desantara).
Network atau jaringan itu dengan asas inklusivisme, pluralisme, humanisme, liberalisme dan semangat akademik yakni dengan menjunjung tinggi sikap dan sifat kebenaran dan keterbukaan.

Epilog
Akhirul kalam, kami hanya bias berharap semoga kita bias menata kembali guna menapak jalan yang lebih baik dari sebelumnya. Seperti yang diungkapkan oleh R asulullah melalui sabdanya hari ini lebih baik dari hari kemarin, begitupun dengan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Apalagi hari ini merupakan hari yang bahagia bagi teman-teman generasi baru yang kelak di kemudian hari pasti akan menggantikan kami. Maka kami hanya bias mengucapkan selamat dating di rumah kedua ini yang sesak dan bau bangkai para cendikiawan dan intelektual. Tetapi tetap bernuansa dan beraroma!

* Ditulis oleh Ibn Ghifarie, saat menjadi Sekum LPIK (2003-2004) dan Diperharui oleh Badru Tamam Mifka (2005-2006) dan Tedi Taufiqrahman (2006-2007)

No comments: